Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mendorong kemudahan akses (inklusi) keuangan untuk masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Namun, peningkatan inklusi keuangan ini harus didorong penyederhanaan sistem jasa keuangan, seperti perbankan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan hal itu usai menerima Kunjungan Kehormatan Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Inklusi Keuangan atau United Nations Secretary General's Special Advocate (UNSGSA) for Financial Inclusion, Ratu Maxima, di Istana Merdeka.
"Jadi memang yang paling penting itu ada satu, penyederhanaan sistem, penting sekali. Kunci. Ini yang harus kita perbaiki," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (13/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, ucap Jokowi, pemerintah juga akan menggenjot penyederhanaan perizinan, khususnya di sektor jasa keuangan. "Yang kedua, menyederhanakan izin-izin yang membuat kita ruwet," kata dia.
Jika kedua hal ini telah diselesaikan, kata Jokowi, diharapkan bisa mempercepat peningkatan inklusi keuangan bagi seluruh masyarakat, termasuk di wilayah pelosok.
"Dua hal ini kalau kita selesaikan akan mempercepat inklusi keuangan kita, cepat sekali. Kalau dua hal ini belum bisa kita selesaikan, ya majunya tidak sepesat yang kita inginkan. Tadi saya sudah diskusi panjang dengan beliau (Ratu Maxima), kita harapkan dua hal tadi segera cepat kita selesaikan," ujar dia.
Saksikan Video Plihan di Bawah Ini.
BI: Bantuan Nontunai Percepat Inklusi Keuangan
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mendukung penyaluran bantuan sosial secara nontunai untuk memperluas akses keuangan masyarakat.
Selain sebagai upaya mempercepat perluasan akses keuangan masyarakat, penyaluran bantuan sosial nontunai diharapkan lebih efisien dan efektif, serta mendukung pencapaian prinsip 6T, yaitu Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, Tepat Harga, dan Tepat Administrasi.
Deputi Gubernur BI, Sugeng, dalam seminar bertema "Penyaluran Bantuan Sosial Secara Nontunai Sebagai Strategi Perluasan Akses Keuangan Masyarakat", mengatakan, tingkat inklusi keuangan di Indonesia masih rendah, seperti tecermin dari jumlah penduduk dewasa yang memiliki rekening pada layanan keuangan formal, yaitu sebesar 36 persen pada 2014 (survei Bank Dunia, 2014).
"Rendahnya angka tersebut berdampak negatif terhadap upaya penurunan kesenjangan sosial dan tingkat kemiskinan di Indonesia. Untuk itu, pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan berkomitmen mendorong akses keuangan di Indonesia melalui pengembangan dan dukungan kebijakan keuangan inklusif," kata Sugeng di Gedung Bank Indonesia, Senin (18/12/2017).
Komitmen nasional tersebut telah dimulai sejak 2016, dengan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No 82 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).
Untuk mencapai target SNKI, yaitu 75 persen penduduk dewasa yang memiliki akses pada lembaga keuangan formal (banked people), dibentuk DNKI sebagai wadah koordinasi antar-kementerian dan lembaga terkait.
Seminar kali ini hadir sebagai salah satu bentuk koordinasi, yaitu untuk mendiseminasikan kerangka kebijakan keuangan inklusif dan penyaluran bantuan sosial nontunai di Indonesia, serta memperoleh masukan dari berbagai pihak.
Seminar dihadiri oleh seluruh kementerian dan lembaga terkait anggota DNKI, Pemda DKI Jakarta, perbankan, asosiasi terkait, dan akademisi.
Advertisement