Liputan6.com, Cirebon - Beragam kegiatan digelar pada rangkaian pengundian nomor urut pasangan calon (paslon) di pilkada serentak Kota Cirebon, Jawa Barat, tahun 2018.
Usai mengumumkan nomor urut pasangan calon, rangkaian kegiatan pada tahapan tersebut terus berjalan. Kedua paslon tampak menikmati setiap rangkaian acara yang disuguhkan KPU Kota Cirebon sebelum menggelar deklarasi damai.
Pantauan Liputan6.com, kegiatan pengundian nomor urut dan deklarasi pilkada damai di Kota Cirebon bertajuk kearifan lokal. Baik KPU maupun Panwaslu menggunakan baju adat Cirebon.
Baca Juga
Advertisement
Bahkan, kedua pasangan calon disuguhkan dengan pementasan para seniman yang ada di Kota Cirebon. Kolaborasi teatrikal disuguhkan para seniman Kota Cirebon bertajuk "Pilkada Damai".
"Kami berusaha menampilkan potret realitas di Cirebon sehingga aktor yang dipilih dalam pementasan sangat mewakili dua pasangan calon yang akan bertarung nanti baik pasangan Oke dan Pasti," kata Ketua Dewan Kesenian (DK) Kota Cirebon Akbarudin Sucipto, Selasa, 13 Februari 2018.
Pada pementasan tersebut, para seniman memberi pesan moral yang sudah menjadi kultur masyarakat di Pantura Cirebon. Pesan yang ingin disampaikan adalah ketika memilih pemimpin idealnya hanya sebatas media untuk melakukan proses evaluasi lima tahunan terhadap kerja seseorang yang ditunjuk oleh rakyat menjadi kepala daerah.
Karena itu, ujar dia, siapa pun yang akan menang, bukan menjadi persoalan. Sebab, lanjut dia, keberlangsungan semasa menjabat yang harus dikawal hingga akhir masa jabatan.
"Yang harus tetap dikawal dan dijaga adalah konsistensi dalam mempertahankan apa yang memang sudah baik dan kalau ditemukan ada yang buruk, maka harus ditinggalkan," ujar dia.
Kolaborasi Teatrikal
Dia menjelaskan, konsep pementasan tersebut lebih kepada kolaborasi teatrikal. Alur cerita yang ditampilkan berawal dari kegelisahan masyarakat di Kota Cirebon tentang siapa yang harus dipilih.
Kegelisahan ini, ujar dia, tanpa disadari memicu pola komunikasi yang tidak bagus, sehingga mengarah kepada konflik. Perdebatan dua aktor yang menjadi warga Kota Cirebon diketahui oleh tokoh imajiner bernama Wa Somad.
"Tokoh imajiner ini mengarah ke Mbah Kuwu Cirebon yang secara tidak langsung kami jadikan tokoh utama. Wa Somad diminta memberikan penjelasan sejernihnya bagaimana cara memilih, serta mendewasakan pihak yang dipilih atau terpilih," tutur Akbar.
Sementara untuk seting panggung, Akbar menyuguhkan gambaran masyarakat Kota Cirebon yang punya banyak pekerjaan rumah. Mulai dari dunia anak-anak sebagai generasi penerus, pendidikan, hingga latar religius.
"Latar religius menjadi ciri yang tak bisa dihilangkan di Kota Cirebon dengan masa lalu dengan adanya Sunan Gunung Jati.
Advertisement
Maestro Tarling Cirebon
Pada pementasan tersebut, hadir sosok maestro Tarling Cirebon, Djana Partanain. Akbarudin menjelaskan, hadirnya sosok maestro yang akrab disapa Mama Djana tersebut menjadi warna tersendiri.
Dia mengatakan pula, kehadiran Mama Djana menjadi bagian dari proses perkembangan Cirebon. Tarling, kata dia, merupakan warisan kesenian lokal yang ada di pantura Cirebon.
Oleh karena itu, para seniman juga berharap para pasangan calon tidak meninggalkan akar seni dan budaya yang sudah menjadi kearifan lokal Cirebon.
Dia berharap, kolaborasi teatrikal ini tidak hanya menjadi tontonan melainkan dijadikan tuntunan.
"Kami juga menyitir lirik 'Syiir Tanpo Waton' milik Gus Dur, lirik diambil dibongkar habis tapi tetap dalam komposisi yang sama dan tidak berubah, kami bongkar menjadi suluk oknum. Bicara tentang potret seorang oknum nanti ending-nya seperti apa," sebut Akbarudin.
Saksikan video di bawah ini: