Jaksa KPK Ungkap Aliran Uang Suap RAPBD Jambi

Aliran suap RAPBD Jambi bermula dari permintaan sejumlah uang oleh pimpinan DPRD hingga berlanjut pada penyerahan mobil berisi uang Rp 5 miliar.

oleh Bangun Santoso diperbarui 15 Feb 2018, 11:00 WIB
Jaksa KPK mengungkap aliran uang suap pengesahan RAPBD Jambi 2018 senilai Rp 4,5 triliun. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyeret tiga tersangka kasus dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi 2018 senilai Rp 4,5 triliun ke persidangan Tipikor Jambi.

Sidang yang digelar sejak pagi sekitar pukul 09.00 WIB, Rabu (14/2/2018), di gedung Pengadilan Negeri (PN) Jambi itu dijaga ketat aparat bersenjata lengkap.

Tiga orang tersangka resmi menjadi terdakwa itu adalah mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Erwan Malik, mantan Asisten III Saipudin dan mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arfan.

Sidang perdana tersebut mengagendakan pembacaan dakwaan oleh tiga orang jaksa KPK. Satu persatu dakwaan kepada ketiga terdakwa dibacakan bergiliran.

Dalam surat dakwaannya, KPK menjerat ketiga terdakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pembetantasan tindak pidana korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Lalu Pasal 13 Undang-undang RI tentang tindak pidana korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi, baik pelaku pemberi maupun penerima gratifikasi diancam dengan hukuman pidana.

 


Aliran Uang Suap

Dari kiri ke kanan, Saipudin, Erwan Malik dan Arfan, tiga terdakwa kasus dugaan suap RAPBD Jambi 2018. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Dalam dakwaannya, jaksa KPK mengungkap bagaimana pembahasan RAPB yang berujung bagi-bagi duit suap yang juga menyeret nama Gubernur Jambi Zumi Zola.

Seperti dalam dakwaan atas terdakwa Saipudin, terungkap pembahasan uang 'ketok' palu ternyata sudah dibahas beberapa kali oleh sejumlah pimpinan dewan bertempat di ruang kerja Ketua DPRD Jambi, Cornelis Buston.

"Dalam pembahasan itu juga ada Erwan Malik (mantan Plt Sekda sekaligus salah satu terdakwa)," ujar salah seorang jaksa KPK membacakan surat dakwaan Saipudin.

Dari pembahasan itu, para pimpinan dewan meminta sejumlah uang untuk memuluskan RAPBD Jambi 2018. Jika tidak, maka rapat paripurna pembahasan RAPBD itu bisa diboikot atau tidak dihadiri para anggota DPRD. Bahkan sejumlah pimpinan DPRD juga ada yang meminta fee proyek di Pemprov Jambi.

Uang yang diminta awalnya senilai Rp 5 miliar, dengan pembagian masing-masing anggota dewan menerima Rp 100 juta.

Mendengar banyak permintaan dari kalangan wakil rakyat, Erwan Malik yang saat itu menjabat sebagai Plt Sekda melapor ke Zumi Zola selaku gubernur.

"Dan Zumi Zola memerintahkan Erwan Malik untuk berkoordinasi dengan Asrul," ucap jaksa.

Asrul diketahui adalah salah satu saksi yang sempat diperiksa penyidik KPK pasca-OTT sejumlah pejabat Jambi beberapa waktu lalu. Ia disebut-sebut sebagai pihak swasta sekaligus orang dekat Zumi Zola.

Masih menurut jaksa, karena koordinasi dengan Asrul mandek, sementara Erwan Malik dikejar deadline pembahasan RAPBD, ia lantas menghubungi Arfan selaku Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi. "Kemudian Arfan meminta kepada Asiang," lanjut jaksa dalam dakwaannya.

Asiang belakangan juga sudah dipanggil penyidik KPK. Di Jambi ia dikenal sebagai salah satu pengusaha sekaligus rekanan yang kerap mengerjakan sejumlah pengerjaan proyek milik Pemprov Jambi.

 


Modus Penyerahan Uang

Tiga tersangka dugaan suap RAPBD Jambi 2018 saat pelimpahan ke pengadilan oleh penyidik KPK. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Berlanjut pada dakwaan atas terdakwa Erwan Malik, jaksa KPK juga mengungkap bagaimana modus penyerahan uang suap RAPBD yang berasal dari pengusaha. Uang yang diserahkan pengusaha itu nilainya mencapai Rp 5 miliar.

Dalam dakwaan itu, pada Senin 27 November 2017 atau sehari sebelum OTT KPK ada pertemuan di rumah terdakwa Arfan di Kelurahan Pal V, Kotabaru, Kota Jambi. Pertemuan itu dihadiri dua orang swasta yakni Nusa Suryadi dan Ali Tonang alias Ahui. Ali Tonang sebelumnya juga sudah diperiksa KPK sebagai saksi.

"Pertemuan membicarakan bagaimana penyerahan uang Rp 5 miliar kepada Arfan," ucap jaksa KPK membacakan dakwaan terdakwa Erwan Malik.

Dari pertemuan itu disepakati, modus penyerahan uang adalah menggunakan mobil. Caranya, Ali Tonang alias Ahui akan menyerahkan sebuah mobil jenis Mitsubishi Outlander yang diketahui milik seseorang bernama Dheny Ivantriesyana Poetra kepada Arfan. Di dalam mobil itu sudah diisi uang senilai Rp 5 miliar.

Pada Senin sore harinya sekitar pukul 17.00 WIB, atas perintah Arfan, Ali Tonang menyuruh Wahyudi Alpian Nizam dan Dheny Ivantriesyana Poetra untuk membawa mobil Outlander itu ke rumah Wasis Sudibyo.

Sesampainya di rumah Wasis, uang Rp 5 miliar itu kemudian dibagi menjadi beberapa kantong plastik yang akan diberikan kepada seluruh perwakilan fraksi di DPRD Jambi. Besarannya bervariasi sesuai dengan arahan terdakwa Arfan dan Saipudin.

Usai mendengarkan dakwaan jakwa, ketiga terdakwa menyatakan tidak akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Ketiganya memilih langsung pada pemeriksaan saksi.

Majelis hakim yang diketuai Badrun Zaini kemudian menutup persidangan dan kembali dilanjutkan pada Rabu pekan berikutnya.

 


Sidang Dijaga Ketat Aparat Bersenjata

Aparat bersenjata lengkap menjaga ketat proses sidang perdana dugaan suap pengesahan RAPBD Jambi 2018 senilai Rp 4,5 triliun di Pengadilan Negeri Jambi. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Sidang perdana kasus suap RAPBD Jambi 2018 senilai Rp 4,5 triliun ini cukup menyita perhatian publik Jambi. Agar berjalan aman, lancar dan tertib, sidang dijaga ketat aparat kepolisian bersenjata lengkap.

Hal ini tampak berbeda dengan sidang-sidang korupsi yang sebelumnya biasa digelar di PN Jambi.

Pengawalan ketat dilakukan saat ketiga terdakwa dijemput mobil kejaksaan dari Lapas Jambi. Pengawalan ketat berlanjut saat ketiga terdakwa turun dari mobil hingga memasuki gedung PN Jambi.

Pintu ruang sidang juga tak luput dari penjagaan. Dua orang aparat bertopeng hitam lengkap dengan senjata tegak berdiri di depan pintu.

Selama persidangan, majelis hakim yang diketuai Badrun Zaini juga melarang awak media mengambil gambar atau foto selama persidangan. Pengambilan gambar atau foto hanya bisa dilakukan sesaat sebelum dimulai persidangan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya