Bursa Saham Asia Perkasa Ikuti Wall Street

Penguatan bursa saham Asia itu mengikuti bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street yang melonjak.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Feb 2018, 08:53 WIB
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia menguat pada perdagangan saham Kamis pekan ini. Penguatan bursa saham Asia itu mengikuti bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street yang melonjak.

Lonjakan wall street tersebut di tengah data inflasi AS yang menguat. Indeks saham MSCI Asia Pasifik menanjak 0,4 persen. Indeks saham Australia mendaki 0,8 persen. Indeks saham Korea Selatan Kospi melonjak 1,1 persen. Diikuti indeks saham Jepang Nikkei melompat 1,1 persen.

Pergerakan wall street berimbas ke bursa saham Asia. Wall Street naik yang didorong indeks saham Dow Jones mendaki 1 persen dan indeks saham Australia menguat 1,34 persen. Investor mengabaikan rilis data inflasi yang lebih kuat dari yang diharapkan.

Saham Amazon, Facebook, dan Apple yang menguat juga berkontribusi ke bursa saham AS. Indeks Harga Konsumen (IHK) naik melebihi yang diharapkan pada Januari. Hal ini juga seiring masyarakat AS membayar lebih untuk bensin. Selain itu, akomodasi penginapan, dan perawatan kesehatan. Inflasi menguat itu juga meningkatkan spekulasi prospek kenaikan suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve.

Sementara itu, indeks dolar AS bergerak lebih rendah ke posisi 88,98 usai turun 0,6 persen.Mata uang AS telah terpukul sepanjang 2018 termasuk pernyataan pejabat pemerintahan AS soal dolar AS. Kekhawatiran mengenai defisit fiskal juga bebani dolar AS.

Dolar AS melemah terhadap yen hingga sentuh level terendah dalam 15 bulan. Dolar AS berada di posisi 106,43.

"Bursa saham Jepang bisa menyeret bursa saham Asia lainnya jika penguatan yen menghambat. Penguatan yen bisa dilihat sebagai faktor yang mencegah stabilitas di pasar global," ujar Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist Mizuho Securities seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (15/2/2018).

Di pasar komoditas, harga minyak naik 0,35 persen ke posisi US$ 60,82 per barel usai harga minyak dunia menguat. Selain itu, dolar Amerika Serikat melemah juga menekan harga minyak dunia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Wall Street Melonjak

Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Sebelumnya, Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melonjak di tengah rilis data inflasi. Investor dinilai mengabaikan data inflasi yang menguat.

Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones naik 254,38 poin atau 1,03 persen ke posisi 24.893,83. Indeks saham S&P 500 menguat 35,72 poin atau 1,34 persen ke posisi 2.698,65. Indeks saham Nasdaq bertambah 130,11 poin atau 1,86 persen ke posisi 7.143,62.

Penguatan wall street didorong saham Facebook, Amazon, dan Apple. Saham Facebook melonjak 3 persen. Sedangkan saham Amazon.com dan Apple naik lebih dari satu persen. Kenaikan ketiga saham tersebut membuat indeks saham S&P 500 lebih besar menguat ketimbang indeks saham utama lainnya.

Saham-saham tersebut bersama Netflix dan Alphabet disebut saham FAANG. Saham FAANG tersebut menjadi kontributor utama reli saham pada tahun lalu. Beberapa saham tersebut mampu melewati aksi jual baru-baru ini lebih baik.

"Saham FAANG masih bekerja. Pelaku pasar merasa saham tersebut bertahan selama kemerosotan, dan bisa kembali kepada saham tersebut. Namun masih ada kekhawatiran," ujar Thomas Martin, Manajer Senior Portofolio Globalt Investments seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (15/2/2018).

Penguatan wall street juga di tengah rilis data inflasi. Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan indeks harga konsumen kecuali komponen makanan dan energi yang bergejolak naik 0,3 persen pada Januari. Angka ini lebih tinggi dari hasil survei Reuters kepada ekonomi yaitu 0,2 persen. Namun secara year on year (YoY) tetap 1,8 persen.

Data ekonomi tersebut meningkatkan kekhawatiran inflasi. Selain itu menghidupkan kembali kekhawatiran bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk agresif menaikkan suku bunga.

Namun, kekhawatiran inflasi juga dipicu dari data yang menunjukkan penjualan ritel AS turun 0,3 persen pada Januari. Angka itu alami penurunan terbesar dalam hampir satu tahun.

"Indeks harga konsumen menunjukkan ada inflasi namun tidak tinggi. Orang menjadi pesimistis," ujar Bruce Bittles, Chief Investment Strategist Robert W.Baird an Co.

Meski demikian, investor percaya ekonomi AS tetap kuat. Pemerintah yang akan berlakukan pemotongan pajak akan memacu pendapatan perusahaan dan mendorong konsumen belanja lebih besar.

Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun mencapai level tertinggi 2,8894 persen. Namun ukuran terhadap kecemasan investor turun dalam jangka pendek. Angka ini berbeda dengan reaksi investor terhadap data lapangan kerja dan upah menguat di AS pada awal Januari 2018.

Indeks volatilitas CBOE turun ke level 20,27. Indeks tersebut turun di bawah 20 untuk pertama kalinya sejak 5 Februari. "Indeks VIX yang tergelincir di bawah 20 adalah pertanda bagus," ujar Bucky Hellwig, Wakil Presiden Direktur BB and T Wealth Management.

10 dari 11 sektor saham S&P 500 menguat dengan sektor saham keuangan dan teknologi informasi naik lebih dari 3,6 persen. Saham Fossil naik 60 persen usai melaporkan kinerja kuartalan yang kuat.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya