Mengaku sebagai Korban Teror Paris, Wanita Ini Raup Untung Ratusan Juta Rupiah

Seorang wanita di Prancis ditangkap karena menipu dengan mengaku sebagai korban serangan teror Paris. Dari aksinya itu, ia bahkan mengantongi hingga ratusan juta rupiah.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 15 Feb 2018, 13:32 WIB
Menara Eiffel pada Senin (16/11), dihiasi lampu berwarna bendera Prancis untuk menghormati para korban serangan teror di Paris hari Jumat (13/11) lalu. Menara Eiffel dan sejumlah tempat kebudayaan sempat ditutup selama dua hari. (REUTERS/Benoit Tessier)

Liputan6.com, Paris - Kepolisian Prancis telah menangkap seorang wanita yang dituduh melakukan penipuan terkait teror Paris yang terjadi pada 2015 lalu. Perempuan itu diketahui mengantongi puluhan juta rupiah dengan mengaku sebagai korban dari serangan teror terkait.

Dilansir dari laman Express.co.uk pada Kamis (15/2/2018), wanita berusia 48 itu ditangkap di Distrik Val-de-Marne, sebuah kawasan hunian di pinggiran Kota Paris.

Penangkapan tersebut berawal dari laporan kecurigaan Lembaga Penjamin Korban Terorisme dan Serangan Publik (FGTI), yang mendapati perbedaan data dengan yang diberikan oleh sejumlah rumah sakit, tempat para korban terkait mendapat perawatan medis.

Tersangka penipuan yang tidak disebut namanya itu diketahui bekerja sebagai anggota Life For Paris, yakni kelompok yang mendedikasikan diri untuk menggalang dana santunan bagi korban teror Paris.

Kepada FGTI, wanita itu mengaku sebagai salah satu korban pada aksi terorisme yang menyerang sebuah pertunjukan musik di Gedung Bataclan, Paris. Ia mengaku sebagai korban luka dari serangan teror yang menewaskan 90 orang itu.

Selama melakukan aksi penipuan sejak awal 2017, wanita itu diketahui berhasil meraih total bantuan dana sebesar 25.000 euro, atau sekitar Rp 422 juta.

Jaksa penuntut menyebut wanita itu telah memanfaatkan posisinya sebagai anggota Life For Paris untuk memalsukan dokumen dan melakukan praktik penipuan agar mendapatkan dana bantuan.

Atas aksinya, wanita itu kini harus menghadapi tiga tuntutan hukum yang mulai disidangkan sejak Rabu, 14 Februari 2018.


130 Orang Meninggal dalam Serangan Teror Paris

Sejumlah warga London menggalang dana untuk membantu para korban serangan bom dan penembakan di Paris, Trafalgar Square, London, Inggris, Sabtu (14/11/2015). (REUTERS/Peter Nicholls)

Serangkaian teror Paris yang terjadi pada November 2015 lalu diketahui menewaskan setidaknya 130 orang, dan membuat ratusan orang luka.

Menurut hasil investigasi polisi, serangan teror itu dilakukan oleh sekelompok simpatisan ISIS, yang melakukan aksi penembakan dan pengeboman di beberapa titik di Kota Paris.

Wanita bekas anggota kelompok amal di atas bukanlah yang pertama ditangkap atas dugaan penipuan serupa. Sebelumnya, sebelas orang telah ditangkap dan dikenai sanksi hukum atas tuduhan praktik penipuan yang sama.

Pada Desember 2017 lalu, seorang pengemudi ambulans bernama Cedric Rey harus mendekam selama enam bulan di penjara, karena kedapatan memberi pernyataan palsu sebagai saksi mata saat aksi terorisme menyerang Gedung Bataclan.

Akan tetapi, penelusuran rekam jejak penggunaan data seluler berkata lain. Ia diketahui sedang berada pada jarak 30 kilometer dari lokasi kejadian saat serangan teror terjadi.

Setahun sebelumnya, pada 2016, sepasang suami istri kedapatan menipu FTGI sebesar 60.000 euro, atau lebih dari Rp 1 miliar. Keduanya dikenai sanksi kurungan penjara selama empat hingga enam tahun.

Pasangan tersebut mengaku menjadi korban luka saat serangan teror bom bunuh diri di Stade de France. Padahal, faktanya mereka tengah berada di rumah mereka di Kota Antibes, sebuah kota tidak jauh dari French Riviera.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya