Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor Indonesia pada Januari 2018 mengalami penurunan 2,81 persen dibandingkan Desember 2017. Nilainya, pada Desmeber 2017 tercatat US$ 14,8 miliar dan pada Januari 2018 menjadi US$ 14,4 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, di tengah penurunan ekspor tersebut, ada beberapa produk yang justru mencatatkan kenaikan ekspor yang signifikan. Kenaikan ekspor paling tinggi adalah untuk produk perhiasan dan permata.
Baca Juga
Advertisement
Ekspor perhiasan mengalami kenaikan mencapai 78,4 persen jika dibandingkan Desember 2017. Adapun nilainya US$ 576,9 juta dari sebelumnya US$ 323,4 juta.
"Perhiasan ini menjadi kenaikan yang paling tinggi dari 10 golongan barang, untuk tujuannya itu ke Singapura, Hongkong dan Swiss," kata Suhariyanto di kantornya, Kamis (15/2/2018).
Ditegaskan Suhariyanto, kenaikan ekspor ini dikarenakan permintaan di beberapa negara tersebut mengalami peningkatan.
Ekspor Kendaraan
Selain perhiasan, kenaikan ekspor yang tak kalah tinggi adalah produk kendaraan dan bagiannya. Pada Januari 2018, ekpsor golongan barang ini mengalami kenaikan 18,2 persen dengan nilainya dari sebelumnya US$ 483,1 juta menjadi US$ 571,4 juta.
Kenaikan ekspor juga terjadi di golongan pakaian jadi bukan rajutan. BPS mencatat kenaikan ekspor dari Desember 2017 nilainya US$ 368,8 juta menjadi US$ 414,2 juta atau mengalami kenaikan 12,32 persen.
Sayangnnya, kenaikan beberapa golongan yang cukup tinggi tersebut tidak diimbangi ke golongan barang lainnya yang mayoritas justru mengalami penurunan.
"Kalau ekspor yang turun tajam itu di produk Nikel dan golongan bijih, kerak, dan abu logam. Keduanya mengalami penurunan 49,45 persen dan 49,1 persen," tambah Suhariyanto.
Advertisement
Neraca Dagang Januari Defisit
Untuk diketahui, BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China, Thailand.
Suhariyanto menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor non minyak dan gas (migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan US$ 676 juta pada Januari 2018.
"Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta tapi terkoreksi dengan ada defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018," kata Suhariyanto.
Ia menambahkan, neraca perdagangan Indonesia juga alami defisit sejak Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia alami defisit US$ 0,27 miliar yang dipicu defisit sektor migas US$ 1,04 miliar.
Namun neraca perdagangan sektor nonmigas surplus US$ 0,77 miliar. Suhariyanto mengharapkan defisit tidak terjadi pada Februari.
"Kami harap ini tidak terjadi lagi pada bulan berikutnya sehingga neraca perdagangan surplus," kata dia.
Neraca perdagangan Indonesia alami defisit dengan sejumlah negara antara lain China sebesar US$ 1,8 miliar, Thailand sebesar US$ 211 juta dan Australia sebesar US$ 178,2 juta.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: