Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Januari 2018 mengalami peningkatan sebesar US$ 39 juta menjadi US$ 15,1 miliar atau 0,26 persen dibandingkan Desember 2017.
Hal ini disebabkan karena kenaikan impor non migas yang nilainya sebesar US$ 457 juta atau naik 3,65 persen. Di sisi lain impor migas justru mengalami penurunan seebsar US$ 418 juta menjadi US$ 2,1 miliar.
Baca Juga
Advertisement
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan impor ini paling tinggi adalah kategori barang senjata dan amunisi. Banyaknya impor senjata disebabkan kebutuhan TNI dan Polri untuk memperkuat sistem pertahanan Indonesia mengalami peningkatan.
"Senjata menjadi salah satu golongan barang yang mengalami kenaikan impor di periode Januari 2018 selain Kendaraan dan bagiannya, plastik dan barang dari plastik, baham kimia organik, mesin dan pesawat listrik," kata dia dikantornya, Kamis (15/2/2018).
BPS mencatat kenaikan impor senjata dan amunisi mencapai 677,4 persen dibandingkan Desember 2017. Nilainya pada Desember 2017 sebesar US$ 13,3 juta namun pada Januari 2018 melonjak menjadi US$ 103,4 juta.
Meski jika dibandigkan Desember 2017 mengalami penigkatan, namun jika dibandingkan Januari 2017, impor senjata dan amunisi mengalami penurunan 20,5 persen.
Impor Kendaraan
Sementara untuk golongan kendaraan dan bagiannya, periode Januari 2018 BPS mencatat mengalami kenaikan 31,81 persen menjadi US$ 695,8 juta dari bulan sebelumnya US$ 527,9 juta. Sedangkan jika dibandingkan Januari 2017, impor golongan ini mengalami kenaikan 67,7 persen.
Tak kalah tinggi kenaikan impor juga terjadi untuk kategori bahan kimia organi yang mengalami kenaikan 25 persen. Pada Desember 2017 impor golonga ini hanya US$ 451,9 juta menjadi US$ 564,9 juta. Sedangkan secara Year-on-Yearn, juga masih mengalami kenaikan 12,8 persen.
Dari tingginya impor Indonesia pada Januari 2018 tersebut, Tiongkok masih menjadi negara penyumbang terbesar. Tercatat peran Tiongkok mencapai 28,94 persen.
Advertisement
Neraca Dagang Januari Defisit
Untuk diketahui, BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia alami defisit US$ 670 juta pada Januari 2018. Indonesia alami defisit neraca perdagangan dengan sejumlah negara antara lain China, Thailand.
Suhariyanto menuturkan, ada surplus US$ 182 juta di sektor non minyak dan gas (migas). Akan tetapi, impor naik sehingga tercatat defisit neraca perdagangan US$ 676 juta pada Januari 2018.
"Untuk nonmigas ada surplus US$ 182 juta tapi terkoreksi dengan ada defisit migas. Sehingga total neraca perdagangan defisit pada 2018," kata Suhariyanto.
Ia menambahkan, neraca perdagangan Indonesia juga alami defisit sejak Desember 2017. Pada Desember 2017, Indonesia alami defisit US$ 0,27 miliar yang dipicu defisit sektor migas US$ 1,04 miliar. Namun neraca perdagangan sektor nonmigas surplus US$ 0,77 miliar. Suhariyanto mengharapkan defisit tidak terjadi pada Februari.
"Kami harap ini tidak terjadi lagi pada bulan berikutnya sehingga neraca perdagangan surplus," kata dia.
Suhariyanto menambahkan, neraca perdagangan Indonesia alami defisit dengan sejumlah negara antara lain China sebesar US$ 1,8 miliar, Thailand sebesar US$ 211 juta dan Australia sebesar US$ 178,2 juta.