Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi kenaikan rata-rata upah nominal buruh tani, buruh bangunan, upah buruh potong rambut, dan upah nominal pembantu rumah tangga per harinya pada Januari 2018 dibanding Desember 2017.
Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, kenaikan upah nominal buruh tani pada bulan pertama ini sebesar Rp 51.110 per hari, sedangkan pada Desember 2017 berada di angka Rp 50.568 per hari. Kenaikan nilai tukar buruh tani di periode yang sama sebesar 1,07 persen.
Baca Juga
Advertisement
"Namun, kenaikan upah nominal ini tidak diikuti dengan kenaikan upah riil yang mengalami penurunan," ungkap Suhariyanto di kantornya, Kamis (15/2/2018).
Dari datanya, upah riil buruh tani mengalami penurunan 0,15 persen dibandingkan Desember 2017, yaitu dari Rp 37.507 menjadi Rp 37.450 per hari.
Sementara itu, untuk upah buruh informal di perkotaan rata-rata juga mengalami kenaikan. Upah buruh informal perkotaan terbagi dalam tiga kelompok, yaitu buruh bangunan, buruh potong rambut wanita per kepala, dan pembantu rumah tangga per bulan.
Untuk upah buruh bangunan (tukang bukan mandor) per hari rata-rata upah nominal Januari 2018 dibanding Desember 2017 mengalami kenaikan sebesar 0,89 persen, yaitu dari Rp 84.454 menjadi Rp 85.206 per hari. Adapun upah riil nya dari Desember 2017 sebesar Rp 64.332 menjadi Rp 64.501 per hari.
Sementara, untuk upah buruh potong rambut wanita per kepala, upah nominal rata-rata Januari 2018 mengalami kenaikan 0,83 persen dari Rp 84.454 menjadi Rp 85.206. Adapun, upah rilnya juga naik 0,2 persen dari Rp 19.789 menjadi Rp 19.829 per hari
Upah nominal pembantu rumah tangga per bulan rata-rata pada Januari 2018 juga naik 1,07 persen dari Rp 384.829 di Desember 2017 menjadi Rp 388.947. Sementara itu, untuk upah buruh riil tersebut juga naik dari Rp 293.136 menjadi Rp 294.434 di Januari 2018.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
BPS: Jumlah Penduduk Miskin Turun 1,19 Juta Orang
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, jumlah penduduk miskin pada September 2017 sebesar 26,58 juta orang. Angka ini turun 1,19 juta orang dibandingkan Maret 2017 yang sebesar 27,77 juta orang.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, secara persentase, penduduk miskin pada September 2017 sebesar 10,12 persen, menurun 0,52 persen dibandingkan Maret 2017 yang sebesar 10,64 persen.
"Pada September ini, pencapaian yang paling bagus, di mana penurunanya paling cepat," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (2/1/2018).
Dia mengungkapkan, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 7,72 persen, turun menjadi 7,26 persen pada September 2017. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah pedesaan pada Maret 2017 sebesar 13,93 persen, turun menjadi 13,47 persen di September 2017.
Sementara itu, secara jumlah, BPS mencatat pada periode Maret-September 2017 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun 401 ribu orang, yaitu dari 10,67 juta orang pada Maret 2017 menjadi 10,27 juta orang pada September 2017.
Di pedesaan, jumlah penduduk miskin turun 786 ribu orang dari 17,10 juta orang pada Maret 2017 menjadi 16,31 juta orang pada September 2017.
"Jadi persoalan kemiskinan di desa jauh lebih critical dibandingkan kota," kata dia.
Suhariyanto menyatakan, faktor-faktor yang terkait dengan tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode Maret-September 2017 antara lain inflasi pada periode tersebut sebesar 1,45 persen. Kemudian, upah nominal buruh tani naik 1,5 persen, upah riil buruh tani naik 1,05 persen, upah nominal buruh bangunan naik 0,78 persen, dan upah riil buruh bangunan turun 0,66 persen.
"Ketika inflasi bergerak liar dan kebutuhan masyarakat digerakkan oleh komoditas pokok. Kemudian upah buruh tani dan bangunan baik nominal maupun riil mengalami peningkatan. Ini berdampak ke buruh miskin," ujar dia.
Advertisement