Liputan6.com, Texas - Peneliti mengungkap bahwa lendir yang berasal dari organisme mikroskopis di dasar laut dapat memicu bencana tsunami. Hal tersebut terungkap setelah para periset menggabungkan data seismik dengan sampel dasar laut yang dikumpulkan oleh Ocean Drilling Program.
Dari data tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa lendir yang ditinggalkan mikroalga memiliki kemungkinan untuk menyebabkan pergesaran yang berpotensi terjadi di kerak Bumi.
Laporan yang diterbitkan di jurnal penelitian Geology itu, menjelaskan bagaimana longsor di laut yang bisa memicu tsunami memiliki skala yang berbeda dengan yang ada di darat.
Baca Juga
Advertisement
"Ketika lapisan dasar laut kehilangan kestabilannya dan mulai bergerak, seringkali longsor terjadi dalam dimensi yang jauh lebih besar dibanding longsor di darat, dan di lereng dengan gradien sangat rendah," ujar penulis studi Dr Morelia Urlaub seperti dikutip dari Daily Mail, Kamis (15/2/2018).
"Longsor lepas pantai terjadi di lereng yang sangat dangkal, seringkali dengan gradien serendah satu atau satu setengah derajat."
"Pemindahan sedimen bawah air dalam jumlah besar dapat menyebabkan tsunami dahsyat," imbuh dia.
Sebelum penelitian ini dilakukan, para ilmuwan hanya tahu sedikit tentang penyebab terjadinya longsor bawah laut yang memicu tsunami. Namun, penelitian baru menandai sebuah langkah untuk mencari tahu penyebabnya.
Memprediksi Longsor Bawah Laut
Kemampuan untuk memprediksi longsor bawah laut, berpotensi untuk membantu memetakan risko keselamatan di daratan. Meski demikian, para peneliti masih belum sepenuhnya mengetahui penyebab terjadi longsor.
"Mencari penyebab longsor bawah laut jauh lebih sulit dibanding di darat, karena tidak dapat diakses," demikian pernyataan laporan tersebut.
Namun, para peneliti menyebut hasil penelitian dapat membantu mengidentifikasi daerah-daerah bawah laut yang rentan terhadap longsor.
Tim dari Helmholtz Centre merujuk dua longsor bawah laut, yakni yang terjadi pada 8,150 tahun lalu. Kala itu, sedimen yang lebih besar dari Skotlandia bergeser akibat peristiwa tersebut.
Saat longsor terjadi, tsunami setinggi 20 meter melanda Norwegia dan Kepulauan Shetland. Para periset mengatakan, longsor Storegga itu bisa terjadi hingga di kedalaman 2.000 meter.
Namun, data yang dianalisis pada studi tersebut didasarkan pada longsor yang berlangsung di lepas pantai Mauritania.
"Para peneliti menggabungkan hasil pengeboran dengan data seismik dan dapat menunjukkan bahwa stratifikasi dasar laut bertanggung jawab atas setidaknya sebuah peristiwa longsor di daerah tersebut," demikian menurut laporan tersebut.
Advertisement
Menyibak Penyebab Longsor
Meski masih banyak kebingungan, tim Dr Urlaub mampu mengembangkan penelitian berdasarkan sampel dasar laut dan data seismik untuk menghasilkan teori baru.
Dalam kasus longsor bawah laut di dekat Afrika Barat Laut, sebagain lereng ada yang masih utuh. Hal itu memungkinkan Dr Urlaub untuk menganalisis komposisi sedimen di tempat kejadian.
"Kami bisa menggunakan inti tahun 1980-an untuk mencari titik lemah di lereng," jelas Urlaub.
"Kombinasi data pengeboran dan seismik menunjukkan bahwa lereng tersebut tergelincir tepat di mana lapisan tanah liat berada di atas sisa-sisa organisme plankton."
Melalui lendir dari mikroorganisme itu, para ilmuwan mengetahui bahwa cairan tersebut memungkinkan terjadinya longsor bawah laut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: