Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) menyatakan impor ponsel ilegal masih marak terjadi di Indonesia. Bahkan dua merek ponsel ternama, yaitu iPhone dan Xiaomi, disebut sebagai ponsel yang paling banyak diselundupkan.
Ketua APSI Hasan Aula mengatakan, ponsel impor yang masuk secara ilegal ke Indonesia berasal dari berbagai merek. Namun, selama ini iPhone dan Xiaomi yang paling banyak diimpor secara ilegal.
Baca Juga
Advertisement
"Tergantung merek, tidak semua merek ada. Tapi tadi kalau dilihat barangnya iPhone sama Xiaomi kan. Jadi cukup besar dua merek itu. Ponsel ilegal yang ada di sini iPhone dan Xiaomi, memang dua itu paling banyak," ujar dia di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Menurut dia, perbedaan harga antara ponsel yang legal dan ponsel ilegal juga cukup signifikan, yaitu sekitar 30 persen. Hal ini karena ponsel ilegal tidak membayar pajak dan tidak kena bea masuk.
"Itu sangat signifikan, 20 persen-30 persen karena enggak bayar pajak. Ilegal karena cara masukin barangnya tidak resmi, tidak bayar pajak. Kalau ilegal kan sama sekali tidak ikut proses assembly di Indonesia. Kalau ikut kan dia harus izin ponsel, TKDN, bayar pajak PPN PPh," jelas dia.
Akan tetapi, dengan adanya kewajiban Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dan pengetatan pemantauan International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang akan diterapkan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diharapkan bisa menekan masuknya ponsel ilegal ke Indonesia.
"Karena kalau mau resmi kan smartphone harus dibikin di Indonesia. Sekarang dengan peraturan Menteri Perindustrian semua smartphone harus melalui TKDN, dengan ini kan semua harus bikin di Indonesia. Ke depan kita harap pemerintah melakukan IMEI kontrol ya, ponsel ilegal akan hilang semua," tandas Hasan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Produksi Ponsel Buatan RI Tembus 60,5 Juta Unit
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyatakan, produksi ponsel di dalam negeri mengalami lonjakan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Hal ini membuat jumlah impor ponsel secara legal menurun drastis.
Airlangga menyatakan, Indonesia mengimpor 60 juta unit ponsel pada 2014, sedangkan produksi dalam negeri hanya sekitar 5,7 juta unit.
"Hari ini di 2017, kita sudah produksi 60,5 juta ponsel, dan impornya 11,4 juta," ujar dia di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Dari 60,5 juta unit ponsel tersebut, lanjut Airlangga Hartarto, terdiri dari 11 merek lokal dan 11 merek luar negeri. Namun, yang memiliki pangsa pasar paling besar justru merek lokal.
"Ini (produksi dalam negeri) terdiri dari 11 merek dalam negeri dan 11 merek luar negeri. Jumlah market share terbesar adalah merek lokal. Dan produksinya tertinggi 17 juta itu merek lokal," kata dia.
Dengan semakin banyaknya ponsel yang mampu diproduksi di dalam negeri, kata Airlangga, seharusnya tidak ada alasan jika masyarakat masih membeli ponsel ilegal hasil selundupan. Sebab, menurut dia, ponsel yang diproduksi di dalam negeri juga tidak kalah dengan produk impor.
"Ada 70 industri (terkait), ada 22 merek global dan nasional, dan ini tentu nilai tambah bagus, dan industri tidak terprotek karena bea masuknya 0 persen. Jadi ini masuknya industri domestik market-nya besar sehingga tidak ada alasan untuk impor ilegal. Kerena impor ilegal itu opportunity-nya sudah terwakili di sini. Tidak ada merek yang tidak diproduksi di dalam negeri. Hilirisasinya sudah terbentuk," tandas Airlangga Hartarto.
Advertisement