Hujan dan Banjir Jelang Imlek di Semarang, Pertanda atau Apa?

Hujan, banjir, dan Imlek seperti satu kesatuan. Seperti yang kerap terjadi di Semarang, Jawa Tengah.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 16 Feb 2018, 12:01 WIB
Pengguna jalan nekat menembus derasnya arus air di Jalan Tambak Besar, Semarang. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Liputan6.com, Semarang - Banjir dan Imlek di Semarang, Jawa Tengah, nyaris selalu "bertamu" bersamaan. Bisa dimengerti karena tahun baru Imlek selalu terjadi pada musim hujan, menyesuaikan dengan kalender Tiongkok yang awalnya berfungsi sebagai perayaan menyambut musim semi.

Tahun-tahun sebelumnya, setiap menjelang Tahun Baru Imlek, kawasan timur Kota Semarang, seperti Kampung Sawah Besar, Jalan Kaligawe, Perumahan Genuk Indah selalu direndam air dengan kedalaman genangan bervariasi. Kondisi itu memaksa pemerintah selaku penyedia infrastruktur harus mengantisipasi.

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, jauh hari sudah menyiapkan puluhan pompa air untuk menyedot air rob dan banjir. Normalisasi sejumlah saluran air juga sudah dilakukan.

"Berdasar pengalaman, saat Imlek curah hujan sangat tinggi. Semoga tahun 2018 ini meskipun hujan kondisinya tak seburuk tahun-tahun sebelumnya," ucap Hendi kepada Liputan6.com.

Siapa sangka jika yang terjadi jauh dari harapan. Meskipun Balai Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Semarang sudah memberi peringatan dini datangnya hujan bercurah rendah hingga lebat, namun datangnya tetap tak dapat diduga.

Sepanjang Kamis, 15 Februari 2018, hujan mengguyur Semarang. Sejumlah ruas jalan bertransformasi menjadi saluran air dan sungai-sungai liar. Di kawasan tanjakan Gombel, Jalan Setiabudi, Semarang, saluran penampung tak mencukupi kapasitasnya.

"Kalau yang saluran air pas belokan, pasti meluap. Lah ini saja yang biasa arus di jalan sangat besar kok," kata Andreas, salah satu pengguna jalan yang tengah berteduh.

Namun, ada juga yang nekat menerjang genangan air berarus deras itu. Cindy salah satunya. Perempuan ini nekat menerjang genangan air berarus deras dengan sepeda motor matiknya.

"Enggak nyampai-nyampai kalau enggak nekat. Tapi, berat juga karena saya kan melawan arus air banjir ini. Biasa mas kalau Imlek," kata Cindy di sela-sela mengisi bahan bakar.

 


Peta Banjir

Kampung Sawah Besar berubah menjadi telaga dangkal saat Banjir Kanal Timur meluap, Kamis (15/2/2018) sore. (foto: Liputan6.com/edhi)

Hal yang sama terjadi di Jalan Kaligawe, Semarang. Jalan keluar masuk Kota Semarang dari arah timur ini sepertinya memang harus berkutat dengan rob dan banjir sepanjang keberadaannya. Dan ketika tahun baru Imlek, Jalan Kaligawe bertransformasi menjadi sungai liar nan dangkal berarus deras, dengan antrean kendaraan yang terjebak banjir seperti ular yang melata di sungai itu.

"Enggak bisa lewat jalan lain. Ini satu-satunya jalan yang harus dilewati," kata Endang, warga Kampung Tenggang.

Di kawasan Kecamatan Gayamsari, meliputi empat kelurahan semua terendam banjir dengan kedalaman genangan bervariasi. Kelurahan Sawah Besar, Kaligawe, Tambak Rejo dan Siwalan kebanjiran karena meluapnya sungai Banjir Kanal Timur/BKT.

Wakil Komandan Rayon Militer Gayamsari, Kapten Sujono menyebutkan bahwa TNI dari Koramil Gayamsari sejak magrib sudah bersiaga. Mereka disiagakan karena melihat tanda-tanda terjadinya banjir.

"Awan sangat gelap, saya mendapat informasi curah hujan di wilayah Ungaran dan Banyumanik sangat tinggi. Jadi kami siaga," kata Kapten Sujono.

Dari pendataan koramil setempat, genangan air di Sawah Besar dan Kaligawe berada di kisaran 40-50 centimeter. Wilayah Siwalan dan Tambak Rejo terendam 10-15 cm.

"Luapan air yang mengalir di Jalan Tambak Besar itu seperti sungai. Deras sekali jadi lalu lintas otomatis terhambat," kata Kapten Sujono.

 


Di Mana Pemerintah Kota Semarang?

Genangan air juga memasuki sejumlah tempat ibadah dengan kedalaman bervariasi. (foto: Liputan6.com/edhie)

Pemerintah Kota Semarang bukan berdiam diri. Wakil Wali Kota, Hevearita G Rahayu, langsung berkoordinasi dengan semua jajaran untuk penanganan warga. Nyaris semalaman Ita tak tidur, ia sibuk memberi instruksi sana sini.

"Meskipun kita sudah sering kebanjiran, tapi koordinasi harus sangat intens. Jangan sampai ada warga yang kelewat. Saya puluhan tahun hidup mesra dengan banjir karena kampung saya di Bugangan, makanya saya tahu apa yang dibutuhkan warga yang kebanjiran," kata Ita kepada Liputan6.com, Jumat (16/2/2018).

Melalui kuasanya, Wali Kota Hendrar Prihadi juga menginstruksikan optimalisasi fungsi pompa yang sudah tersebar di titik-titik banjir.

"Surut jangan ditunggu, jika saluran dan sungai sudah memungkinkan untuk menampung, segera dipompa sehingga lokasi perkampungan terjaga kering," kata wali kota yang akrab disapa Hendi itu.

 


Hujan dan Banjir, Sebuah Simbol?

Seorang warga bersembahyang di depan Kelenteng Tay Kak Sie. Selain mendoakan leluhur juga memohon agar Imlek mendatangkan berkah bagi semua makhluk. (foto: Liputan6.com/edhie)

Sementara itu, datangnya hujan ternyata dianggap sebagai berkah Imlek. Budi Santosa, salah satu warga menyebutkan bahwa Imlek memang identik dengan hujan.

"Di keluarga kami malah meyakini, hujan yang deras ini sebagai pertanda melimpahnya rezeki. Semoga tak sampai menimbulkan kerusakan," kata Budi saat ditemui di Kelenteng Ling Hok Bio, Pecinan Semarang.

Menurut Budi, tidak pernah ada pembuktian secara empiris mengenai kaitan dua hal ini. Namun Budi mengaku menangkap pesan tersembunyi dari mitos itu.

"Intinya kan kita disuruh bersyukur atas segala kondisi. Lagipula, jika banyak rezeki tentu akan makin banyak sedekah. Banyak sedekah mendatangkan rezeki yang berkah," kata Budi.

Usia Budi belum tua. Ia tergolong masih remaja. Ia sendiri mengaku rumahnya kebanjiran, namun hal itu dianggap sebagai masuknya rezeki.

"Air itu kan simbol kehidupan. Semoga Imlek tahun ini menjadi penanda bahwa sepanjang tahun ini rezeki dan hidup kami makin berkah," kata Febby.

Saksikan video di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya