Liputan6.com, Cirebon - Kelenteng Hok Keng Tong di Desa Weru Kidul, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, merupakan satu dari tempat ibadah umat Tionghoa di pantura Jawa Barat yang ramai saat rangkaian perayaan Imlek.
Mulai dari ritual mengantar Dewa Dapur ke langit, hingga rangkaian perayaan lain yang ada di kelenteng ini. Klenteng tersebut sebagian besar banyak dikunjungi umat dari luar Cirebon.
Baca Juga
Advertisement
"Biasanya orang luar Cirebon yang pernah ibadah di sini banyak yang ke sini saat Imlek," ucap Ketua Yayasan Klenteng Hok Keng Tong Cirebon Kusnadi Alim, Jumat (16/2/2018).
Dari informasi yang didapat, salah satu kelenteng tertua di Pulau Jawa ini menjadi bagian dari catatan sejarah masyarakat Cirebon. Kusnadi menyebutkan, dari catatan sejarah, Kelenteng Hok Keng Tong berusia enam abad lebih.
Dia mengatakan, kelenteng tersebut berdiri pada 1389 Masehi oleh para eksodus Tiongkok yang menyebar di Asia Tenggara. Para eksodus Tiongkok itu sebelumnya membangun klenteng di Desa Pamarakan, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
Namun, singkat cerita, klenteng tersebut pernah vakum dari aktivitas peribadatan selama lima tahun. Kondisi kelenteng, ujar dia, saat itu semakin kumuh tak terurus.
"Dulu kelenteng ini posisinya dekat laut dan saya juga meyakini mereka datang membawa patung dewa yang mereka puja hingga selamat sampai Cirebon dan sampai saat ini masih ada," ujar dia.
Gerilya Tionghoa Cirebon
Kusnadi menyebutkan, pengurus hingga umat Kelenteng Hok Keng Tong menyatakan vakum pada tahun 1825 hingga 1839. Keputusan Belanda melarang aktivitas kelenteng saat itu mulai mengganggu umat.
Bahkan, Belanda mencurigai umat Kleenteng Hok Keng Tong menjadi salah satu penyuplai ransum pada perang gerilya oleh pasukan Pangeran Diponegoro.
"Hampir semua Klenteng di Jawa dilarang menyuplai ransum waktu itu Belanda tahu dan buyut kami banyak mendapat ancaman," ujar dia.
Setelah perang Diponegoro usai, pengurus dan umat Kelenteng Hok Keng Tong berinisiatif memindahkan tempat ibadah tersebut ke Desa Weru Kidul, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Satu per satu bangunan yang ada di kelenteng dibongkar.
Mulai dari kayu hingga lampion sisa peninggalan para eksodus Tiongkok di Cirebon dibangun di tempat yang baru. Seiring berkembangnya zaman, kelenteng tersebut direnovasi.
"Kami tidak hafal sekali sudah berapa kali renovasi yang pasti terakhir renovasi tahun 2012 sampai 2016," katanya.
Hingga saat ini, seluruh bangunan yang ada di Kelenteng Hok Keng Tong menyisakan patung dewa. Pengurus mengganti semua elemen bangunan yang semakin lama semakin rapuh itu.
"Sudah berdasarakan kesepakatan dan akhirnya kita renovasi semua jadi bangunan baru dan sisa bangunan tersimpan rapih di gudang," ujar dia.
Advertisement
Salah Satu Wihara Tertua di Jawa Barat Bersolek
Sementara di Garut, beberapa hari menjelang Tahun Baru Imlek 2569 yang dirayakan pada hari ini atau Jumat (16/2/2018), Wihara Dharma Loka yang merupakan salah satu wihara tertua di Jawa Barat, bersolek menyambut jemaat Buddha dan Konghucu yang datang.
"Pertama-tama saya ucapkan Gong Xi Fat Cai 2569," ujar Senjaya, Ketua Perkumpulan Warga Tionghoa Garut, saat ditemui Liputan6.com di Wihara Dharma Loka, Rabu, 14 Februari 2018.
Bahkan, perayaan Imlek tahun Anjing Tanah 2018 ini telah dipersiapkan agar lebih meriah. Ada 200 lilin merah berukuran sedang serta 80 lampion telah terpasang di wihara sejak sepekan terakhir. "Jumlahnya ada penambahan hingga dua kali lipat dibanding tahun lalu," katanya.
Bukan hanya itu, pencucian seluruh patung dalam wihara telah dilaksanakan seluruh panitia perayaan, berbarengan dengan pemasangan lampu lampion. "Kegiatannya memang berdekatan, jadi habis pemandian patung baru pasang lampion," tutur dia.
Dibanding tahun sebelumnya, Senjaya menyatakan tidak ada ritual khusus yang dilakukan para jemaat Tionghoa Garut, saat perayaan imlek tahun ini berlangsung. Namun, ia mengakui tema imlek tahun ini lebih kepada mempererat silaturahmi antaragama.
"Perayaan (Imlek) ini harus memberikan kedamaian bagi sesama dan antarumat agama lainnya," ucapnya.
Sebelum perayaan dilangsungkan, warga Tionghoa Garut yang jumlahnya hingga 2.000 orang itu bakal berkumpul sekaligus silaturahmi dengan penganut agama lainnya. "Anak saya Katolik, saya malah Buddha, tapi dengan Imlek ini bisa berbaur," ujarnya.
Acara yang dimulai sejak pukul 24.00 WIB, Kamis 15 Februari 2018, dimulai dengan pembakaran seluruh lilin oleh seluruh jemaat, sesuai dengan nama yang telah disediakan panitia. "Jadi enggak sembarangan bakar, kecuali kalau tidak hadir (jemaat), kita bantu nyalakan (lilin orang lain) agar doanya dikabulkan," Senjayamenambahkan.
Untuk memeriahkan perayaan Imlek tahun ini, tak kurang dari 150 bingkisan plus angpau berisi uang, bakal dibagikan bagi masyarakat luas. "Biasanya masyarakat sudah tahu, mereka akan datang sendiri," ujarnya.
Pengamanan Imlek
Adapun Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna mengatakan, untuk perayaan Imlek tahun ini, lembaganya telah menyiapkan aparat gabungan TNI-Polri hingga 800 personel. "Memang kegiatannya (pengamanan) berbarengan dengan pilkada, jadi kita satukan," ujarnya.
Budi menyatakan, selama perayaan Imlek berlangsung, lembaganya akan melakukan pengamanan secara optimal. Selain menjaga keamanan wihara dengan menempatkan personel gabungan.
Kepolisian juga akan terus mengupayakan pengamanan secara luas di seluruh wilayah Kabupaten Garut. "Memang pengamanan perayaan Imlek ini kan tanggung jawab kami juga," kata dia.
Untuk mendukung Imlek yang damai, kepolisian meminta warga bersikap tenang dan kondusif. "Tentu kita harus saling menjaga dan menghormati," ujarnya.
Selain itu, untuk meningkatkan kewaspadaan, kepolisian bakal menggelar patroli secara penuh. Terutama, sebelum dan sesudah perayaan Imlek berlangsung. "Seluruh pengamanan sudah kami siapkan, kami mohon kerja samanya dari masyarakat juga," pinta dia.
Advertisement
Wihara Berusia 174 Tahun
Wihara Dharma Loka termasuk salah satu bangunan tempat ibadah Konghucu tertua di Jawa Barat. Bangunan ini diperkirakan mulai dibangun sekitar 1839 Masehi di Jalan Guntur, Kelurahan Ciwalen, Kecamatan Garut Kota.
Awalnya, bangunan ini memiliki dua ruangan. Pertama, Toa Pek Kong yang di dalamnya bersemayam patung tua Pek Kong (Dewa Tanah), patung Ma Cho Po (Dewa Keselamatan), patung Chay Chen Kong (Dewa Keberuntungan), serta patung dan gambar harimau Prabu Siliwangi dan Kai (kayu) Kaboa.
Ruang kedua bernama Koang Kong, yang dihuni patung Koan Kong (Dewa Keadilan dan Kebenaran), patung Lam Kek Sian Kong (Dewa Kesehatan), dan Patung Mbah Jugo (Dewi Kesugihan) dari Gunung Kawi.
Selain itu, tepat di halaman wihara terdapat tungku khusus pembakaran hio sebagai persembahan kepada Tuhan dan pagoda dalam ukuran kecil yang berfungsi untuk pembakaran kertas berisi doa jemaat.
Namun, sejak 1967, ruangan wihara bertambah dua ruangan, yakni Amurwa Bumi dan Avalokitesvara. Sedangkan untuk pintu masuk, bangunan tetap mempertahankan arsitektur awal dengan dua patung besar naga utama yang saling berhadapan.
Saksikan video pilihan di bawah ini: