Kisah Pasangan Penjelajah Dunia yang Terpukau Belajar Membatik

Mereka sudah sering berkeliling dunia. Namun, sensasi membatik diakui berbeda karena butuh kesabaran, ketelatenan, dan olah rasa.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 18 Feb 2018, 17:01 WIB
Wisatawan asing ternyata lebih tertarik belajar membatik, sebelum mengenakan pakaian batik. (foto: Liputan6.com / edhie)

Liputan6.com, Semarang - Namanya Catherine. Ia berasal dari California, Amerika Serikat. Bersama Mike, suaminya, ia gemar berkeliling dunia.

Kali ini ia masih dalam perjalanan menjelajahi berbagai penjuru bumi. Dengan menumpang kapal pesiar Volendam Cruise, akhirnya membawa pasangan suami istri yang sudah lanjut usia ini belajar membatik.

Kota yang disinggahi untuk belajar membatik juga tergolong penting dalam peta perbatikan nusantara. Semarang. Ya, mereka bersama 250 wisatawan lain dari berbagai negara berkunjung ke Kota Semarang, Jawa Tengah, melihat, belajar, dan tentu saja belanja batik.

"I have ever visited to Thailand, and I see the batik one. But I think this one very different. (Saya pernah berkunjung ke Thailand, dan saya juga melihat batik. Tapi, saya rasa batik di sini sangat berbeda)," ucap Catherina, Sabtu, 17 Februari 2018.

Batik Semarang memang berbeda. Yang dikunjungi Catherine adalah Sanggar Batik Semarang 16, sebuah sanggar yang melahirkan para perajin dan produsen batik melalui pelatihan yang digelar sejak tahun 2005.

Yang disaksikan Catherine adalah sebuah proses membatik secara tuntas. Mulai dari merancang desain motif, menyalin di kain, mencanting atau menutup motif dengan malam, hingga pewarnaan. Tak hanya itu, Catherine dan Mike juga menyempatkan diri belajar menenun dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), yang juga ada di sanggar itu.

"I saw here, the clothes with natural dyes. This is amazing. I can't believe that our clothes was colored with some wood or fruit etc. (Di sini saya melihat pewarnaan dengan pewarna alam. Ini mengagumkan. Saya tak percaya pakaian pita bisa diwarnai dengan berbagai bahan dari kayu, buah, dan lain-lain)," kata Catty, demikian sang suami memanggil.

Saksikan video di bawah ini:


Ada Olah Rasa

Selain belajar membatik, wisatawan berbagai negara ini juga kagum dengan canting cap untuk menghasilkan Batik Cap yang lebih cepat pengerjaannya. (foto: Liputan6.com / edhie)

Mike sendiri menyebutkan bahwa ia dan istrinya memang sudah mengunjungi berbagai negara, dan melihat cara memberi warna atau motif pada pakaian. Untuk Batik memang baru kali ini. Butuh kesabaran, ketelitian, dan ketelatenan serta olah rasa.

"I like it. I can try how to membatik. That's wonderful. Nice experience for me. (Saya suka. Saya juga bisa ikut mencoba membatik. Mengagumkan. Pengalaman berharga untuk saya)," kata Mike.

Para tamu dari berbagai negara itu datang tidak bersamaan, namun dibagi dalam dua gelombang. Meskipun berada di tengah perkampungan, ujung Kota Semarang, Sanggar Batik Semarang 16 sudah memiliki branding sebagai perintis batik di daerah-daerah.

Wisatawan asing berusia l;anjut lebih telaten saat belajar membatik. (foto : Liputan6.com / edhie)

Kunjungan wisatawan dari Volendam Cruise ini melengkapi daftar turis mancanegara yang datang sebelumnya. Rata-rata mereka ingin melihat proses membuat batik.

"Ada juga yang memang datang untuk belajar. Makanya kami menyesuaikan diri menyediakan kamar-kamar dan juga kafe. Karena kami berada jauh dari tengah kota," kata Bowo, pimpinan Sanggar Batik Semarang 16.

 


One Stop Batik

Menikmati minuman rempah atau kopi khas Indonesia, salah satu kegemaran wisatawan yang berkantong tebal. (foto: Liputan6.com/ edhie)

Budi Purwanto, penanggung jawab homestay dan kafe menyebutkan bahwa kamar-kamar yang tersedia sebenarnya cukup banyak. Namun, belum dibuka untuk umum dan masih disediakan bagi para peserta pelatihan yang rumahnya jauh.

"Kalau kafe, insyaallah segera operasi. Bukan hanya kopi dari berbagai penjuru nusantara yang kami sediakan, namun juga jamu, aneka minuman rempah, dan minuman tradisional lain," tutur Budi, Minggu (18/2/2018).

Budi menyebutkan bahwa Sanggar Batik Semarang 16 dengan Batikku 16 Cafe 7 Homestay didirikan untuk menjadi sebuah terminal. Menjadi one stop about batik.

"Saat ini sudah ada koleksi batik-batik langka. Semoga ke depan bisa menjadi semacam museum batik. Jadi bukan hanya belajar membuat batik, namun juga belajar sejarah batik. Termasuk tanah yang ada, semoga bisa kami tanami pepohonan bahan pewarna alam," kata Budi.

Catherine dan Mike hanyalah contoh kecil, bagaimana mengolah sesuatu yang tak ada menjadi ada. Mengemas sesuatu yang tak biasa menjadi luar biasa. Inilah wisata pengalaman. Hal yang jarang dilakukan pemerintah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya