Kementan Tindak Tegas Industri Susu yang Tak Serahkan Proposal

Kementan akan menindak tegas industri pengolahan susu (IPS) yang tidak menyerahkan proposal kemitraan dengan peternak sapi perah lokal sampai akhir Februari 2018.

oleh Septian Deny diperbarui 19 Feb 2018, 09:35 WIB
Ilustrasi Susu Putih (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) akan menindaktegas Industri Pengolahan Susu (IPS) yang tidak segera menyerahkan proposal kemitraan dengan peternak sapi perah lokal. Tenggat waktu penyerahan proposal tersebut hingga akhir Februari 2018.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (P2HP) Kementan, Fini Murfiani, mengatakan hingga saat ini baru sekitar 8-10 IPS yang sudah menyerahkan proposal kemitraan.

"Banyak yang minta izin untuk menyerahkan hari Senin ini (19 Februari 2018)," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (19/2/2018).

Selain itu, menurut Fini, sampai saat ini sudah cukup banyak IPS dan importir susu yang berkonsultasi kepada Kementan terkait proposal kemitraan dengan peternak lokal.

"Rencananya akan dilakukan sosialisasi hari Senin, 19 Februari 2018, mereka akan diberi tenggat sebelum akhir Februari untuk menyerahkan proposal kemitraan tersebut," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2017 beserta petunjuk teknisnya yang mewajibkan IPS bermitra dengan peternak sapi perah lokal. IPS diwajibkan melakukan kemitraan sejak ditandatanganinya perjanjian kemitraan yang dilengkapi proposal kemitraan.

"Yang diwajibkan melakukan kemitraan industri pengolahan susu dan importir," kata Fini.

Namun demikian, dia menambahkan, Kementan akan tetap mengedepankan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan kemitraan agar sesuai dengan harapan pemerintah.

"Kementerian Pertanian bertugas melakukan pembinaan dan pendampingan pelaksanaan kemitraan agar sesuai harapan yakni kemitraan yang terukur dan terarah," tandas Fini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kementan Sebut Surplus Beras, Ini Kata Rizal Ramli

Mantan Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengunjungi kawasan Glodok, Jakarta Barat, Kamis (15/2). Ekonom senior ini tak gentar meskipun cuaca tak bersahabat karena hujan deras dan beberapa lokasi tergenang. (Liputan6.com/Pool/Yasin)

Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli ikut angkat bicara soal data pangan, khususnya beras yang selama ini selalu disebut surplus oleh Kementerian Pertanian (Kementan).

Rizal mengungkapkan, data pangan sebenarnya ada bermacam-macam, yaitu dana Badan Pusat Statistik (BPS), data Kementan, data Kementerian Perdagangan (Kemendag), data Perum Bulog. Sejak dulu, kata dia, yang selalu tidak sinkron yaitu data Kementan dengan data Kemendag dan Perum Bulog.

‎‎"Dari dulu soal beras kan masalah puluhan tahun, data itu macam-macam, data BPS, data Kementan, data Kemendag, data Bulog. Kalau data Kementan cenderung berlebihan, maksudnya kadang-kadang terlalu tinggi. Dari jaman menteri pertanian dulu juga begitu, karena terkait dengan prestasi dia," ujar dia di Food Station Tjipinang, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Namun sebaliknya, data Kemendag dan Bulog selalu menyatakan kekurangan stok beras. Sebab, ada kepentingan untuk melalukan impor guna mencari keuntungan.

"Tapi data dari Kemendag, Bulog selalu kekurangan banyak, karena mereka motifnya mau impor. Dan sering ada permainan kalau impor, ada komisi US$ 20-30 per ton," kata dia.

Dalam kondisi seperti ini, kata Rizal Ramli, harusnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang memutuskan data mana yang akurat. Dengan demikian, kebijakan yang diambil sesuai dengan kondisi di lapangan dan terkoordinasi dengan baik.

"Dalam kenyataan, data yang benar itu yang di tengah, data Kementan dengan data Kemendag dan Bulog itu di tengah. Harusnya tugas Menko Perekonomian untuk menentukan data yang benar. Tapi saya tidak mengerti ke mana saja Menko Perekonomian sehingga soal begini yang putusin Wakil Presiden. Harusnya cukup ada level menko untuk menentukan data itu. Nah berdasarkan data yang benar itu baru diambil tindakan jika diperlukan," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya