Liputan6.com, Jakarta Banyaknya penembakan massal yang terjadi akhir-akhir ini di Amerika Serikat memicu pertanyaan. Benarkah gangguan jiwa menjadi penyebab banyaknya kekerasan bersenjata? Benarkah kesehatan mental mampu mengurangi kasus tersebut?
Beberapa ahli menyatakan, orang dengan gangguan jiwa serius seperti skizofrenia, bipolar, dan depresi, kemungkinan melakukan kekerasan dua atau tiga kali lebih besar dibanding orang biasa.
Advertisement
Mengutip Buzzfeed pada Senin (19/2/2018), walaupun begitu, secara keseluruhan, gangguan jiwa hanya menyebabkan sekitar 4 persen kejahatan kekerasan di Amerika Serikat.
Terkait hal ini, Marcia Valenstein, penelti layanan kesehatan mental di University of Michigan mengatakan, berharap perawatan mental untuk memecahkan masalah penembakan adalah hal yang sangat menyedihkan
"Ini menjanjikan sesuatu yang tidak dapat kita lakukan," kata Valenstein pada Buzzfeed News.
Selain itu, adanya anggapan semacam ini menjadikan orang-orang tertentu rentan akan stigma negatif dari masyarakat.
"Ini tidak merubah apapun kecuali hanya membuat stigma," kata Richard Van Dorn, peneliti layanan kesehatan mental di RTI INternational di Research Triangle, Carolina Utara.
Sehingga, tidak ada jawaban apakah ada hubungannya penembakan massal bisa diperbaiki dengan penyembuhan mental.
Simak juga video menarik berikut ini:
Bunuh diri
Bahaya terbesar dari orang dengan penyakit kejiwaan dengan senjata adalah bunuh diri. Mereka lebih rentan berhasil bunuh diri dengan mudahnya akses terhadap senjata api tadi.
Beberapa negara bagian seperti California, Connecticut dan Indiana melakukan pembatasan senjata. Sehingga warga hanya bisa menggunakannya saat sebuah krisis yang berbahaya bagi nyawa mereka terjadi.
Sebuah studi mengatakan, hukum di Connecticut ini mampu mengurangi tingkat bunuh diri dengan penggunaan senjata
"Jika kita mengurangi penggunaan senjata pada orang dengan penyakit kejiwaan, itu akan punya andil besar dalam berkurangnya jumlah bunuh diri," kata Valenstein.
Advertisement