Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan, saat ini jumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia belum sesuai dengan jumlah penduduk. Kondisi ini berpengaruh pada ketahanan energi.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengatakan, idealnya setiap 35 ribu penduduk terdapat satu unit SPBU. Sementara saat ini jumlah SPBU di Indonesia ada sekitar 7 ribu unit dengan jumlah penduduk 260 juta.
"Rasio jumlah penduduk dengan jumlah SPBU BBM masih tinggi, satu SPBU 35 ribu orang rasio rata-rata orang. Kita ada 6 ribu sampai 7 ribu SPBU, itu SPBU Pertamina dan badan usaha lain," kata Fanshurullah, di gedung MPR, Jakarta, Senin (19/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Anggota komite BPH Migas, Yugi Prayogia menilai, jumlah SPBU secara nasional berkisar 6.000-7.000 dan tersebar di seluruh wilayah. Masih cukup rendah dibandingkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 260 juta orang.
"Rasio jumlah penduduk dengan pengadaan SPBU, itu masih sangat tinggi rasionya dibandingkan ASEAN," ujar dia.
Jugi menilai, masih rendahnya jumlah SPBU yang ada di Indonesia disebabkan investasi yang tinggi untuk membangun SPBU. Buat membuka satu SPBU di Jakarta, dana yang dibutuhkan paling tidak berkisar Rp 20 triliun.
Menanggapi hal itu, Ketua MPR Zulkifli Hasan mendukung segala langkah BPH Migas dalam menjaga ketersediaan pasokan migas di Indonesia. Dia menilai, sektor energi merupakan salah satu hal yang paling penting untuk menjaga kedaulatan Indonesia.
"Migas adalah sektor yang menentukan masa depan bangsa kita. Itu di samping pangan. Jadi tugas bapak akan menentukan bagaimana arahnya di Indonesia. Karena kalau ini dua tidak berdaulat maka berat. Nanti bisa negara yang kena tangkap tidak bisa berkembang, sulit maju. Jadi stagnan," kata Zulkifli.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jonan Ingin Jumlah SPBU Bertambah lewat Penugasan BBM Subsidi
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, dengan adanya penugasan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ke badan usaha selama lima tahun, maka akan memicu pembangunan SPBU di seluruh Indonesia.
Jonan mengatakan, perubahan jangka waktu penugasan penyaluran BBM bersubsidi dari sebelumnya satu tahun menjadi lima tahun, dapat memberikan kepastian investasi badan usaha yang ditugaskan, yaitu ke PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk, melalui pembangunan SPBU.
"Saya berharap, dengan adanya penugasan lima tahun ini baik Pertamina atau AKR dapat melakukan pelayanan ke seluruh penjuru nusantara dengan tidak ragu. Kalau dulu penugasan setiap tahun, nanti orang berpikiran mau investasi atau tidak," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin 8 Januari 2018.
Jonan mengungkapkan, saat ini jumlah SPBU yang telah beroperasi masih sedikit. Jumlah SPBU yang bermitra dengan Pertamina saat ini ada 6.800 unit, sedangkan yang dimiliki Pertamina sendiri hanya 170.
Adanya kebijakan baru tersebut dapat memberi kepastian dalam penugasan penyaluran BBM bersubsidi, sehingga dapat menciptakan minat pembangunan SPBU.
"Jadi ini enggak ragu-ragu. Kalau tidak, daerah 3T (terdepan, terluar terpencil) nanti enggak akan ada SPBU," dia menuturkan.
Menurut Jonan, penugasan penyaluran BBM bersubsidi selama lima tahun akan mempermudah badan usaha dalam penyaluran BBM bersubsidi, karena tidak lagi mengurus perizinan setiap tahun.
Dia pun meminta Badan Pengatur Kegiatan Hili Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melakukan pengawasan.
"Jadi kalau bisa orang enggak usah bolak-balik minta izin, kalau bisa dikasih izin panjang terus diawasi. Saya mohon kepada BPH Migas adanya pengawasan," jelas dia.
Advertisement