Liputan6.com, Ghouta Timur - Setidaknya 77 warga sipil tewas, termasuk 20 anak-anak, dalam serangan roket yang dilakukan pasukan Pemerintah Suriah di daerah yang dikuasai pemberontak di Ghouta Timur, Suriah, pada 19 Februari 2018.
Namun, jumlah korban serangan yang dilaporkan oleh Syrian Observatory itu belum bisa diverifikasi secara independen.
Di tengah banyaknya warga sipil yang jatuh sebagai korban, Pasukan Angkatan Darat diyakini sedang mempersiapkan serangan darat.
Baca Juga
Advertisement
Merespons hal tersebut, pejabat PBB mendesak agar bombardir itu dihentikan. Ia mengatakan bahwa situasinya sangat tak terkontrol.
Dikutip dari BBC, Selasa (20/2/2018), operasi pasukan Suriah itu dilakukan pada awal bulan ini untuk mengambil alih wilayah tersebut dari pemberontak. Menurut sejumlah laporan, operasi tersebut telah menewaskan ratusan orang.
Hampir 400 ribu orang tinggal di Ghouta Timur, sebuah wilayah di Suriah yang telah dikepung sejak 2013.
Dikhawatirkan Jadi Aleppo Baru
Serangan di Ghouta Timur yang dilakukan sejak Minggu, 18 Februari 2018 itu tak hanya menimbulkan korban jiwa. Sejumlah toko roti dan gudang makanan turut hancur, di mana hal tersebut bisa mengganggu pasokan makanan warga.
Warga mengkhawatirkan bahwa operasi yang dilancarkan Pasukan Suriah itu akan mengubah tempat mereka menjadi Aleppo.
Sejumah pekerja bantuan mengatakan bahwa serangan tersebut menargetkan jalan-jalan utama di daerah tersebut. Hal itu pun membuat operasi bantuan atau penyelamatan terblokir.
Jumlah korban tewas pun meningkat karena fasilitas medis turut hancur dalam serangan itu, termasuk sebuah rumah bersalin.
Advertisement
Respons PBB dan Rusia
Video dari Hamouria, sebuah kota di mana dilaporkan 20 orang tewas dalam serangan Senin, memperlihatkan orang-orang berlarian dari bangunan yang rusak terkena hantaman roket.
Pada Desember 2017, sejumlah organisasi bantuan internasional memperingatkan bahwa kondisi di wilayah yang dikuasai pemberontak telah mencari titik kritis. Kurangnya makanan, bahan bakar, dan obat-obatan menjadi alasannya.
Koordinator kemanusiaan regional PBB, Panos Moumtzis, mengatakan bahwa merupakan sebuah keharusan untuk mengakhiri penderitaan manusia yang tak masuk akal di Ghouta Timur.
Namun, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa kondisi di wilayah tersebut dibesar-besarkan oleh aktor internasional.
Bulan depan menandai tujuh tahun konflik sipil di Suriah. Ratusan ribu orang terbunuh dan sekitar lima juta lainnya memilih untuk melarikan diri dari negara tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: