Kisah Warga yang Hidup Bersama Ikan Betik dan Penyebab Banjir Sayung

Meski sudah sering bersapa dengan ikan betik, warga berharap genangan air dalam rumah dan kampungnya segera surut.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 21 Feb 2018, 02:02 WIB
Dua anak menunjukkan ikan betik hasil tangkapan mereka di halaman rumah. (foto : Liputan6.com / edhie)

Liputan6.com, Semarang - Ribuan warga Sayung, Kabupaten Demak sudah dua pekan terakhir harus hidup bersama ikan-ikan betik (Anabas testudineus) di dalam rumahnya. Ikan berkepala besar dan sisik yang keras, biasa berlalu-lalang di bawah tempat tidur, bahkan di ruang tamu.

Kadang bagian atas (dorsal) yang berwarna gelap kehitaman cenderung hijau dan samping (lateral) yang berwarna kekuningan terlihat jelas. Selamat datang banjir, selamat datang ikan bethik.

Ikan ini hidup liar di perairan air tawar. Mereka bebas berlalu-lalang di rumah warga karena banjir yang tak kunjung surut dan tak ada upaya membuatnya surut.

Selain warga yang harus hidup bersama-sama dengan ikan yang sangat amis ini, ada ratusan hektare sawah terendam, orang tua dan anak-anak terserang penyakit kulit, juga diare. Jelas aktivitas keseharian menjadi tak normal.

Menurut Kepala Desa Kalisari, Saehul Hadi, wilayahnya memang akrab dengan banjir. Setiap tahun banjir selalu menyapa. Tentu bersama ikan-ikan betik itu. Namun itu tak lama.

"Maksimal tiga hari sudah surut. Entah mengapa kali ini sudah 15 hari banjir masih menggenang hampir selutut orang dewasa," kata Saehul Hadi, Selasa, 20 Februari 2018.

Saksikan video di bawah ini:

 


Distribusi Air Tak Merata

Anak-anak sudah dua minggu ini bersekolah dengan menerjang genangan air banjir. (foto: Liputan6.com / edhie)

Berdasarkan data di kantor pemerintahan desa setempat, warga terdampak banjir itu mencapai sekitar 1.500 kepala keluarga. Semua tersebar di rnam dusun di wilayah Desa Kalisari. Masing-masing Dusun Pendilan, Dempel, Dukuhan, Krajan Kidul, dan Krajan Lor.

"Awal banjir, beberapa dusun tak bisa dilewati. Kedalaman genangan air mencapai dada orang dewasa. Kendaraan warga ditaruh di pengungsian. Kalau akan kerja jalan kaki dulu, membawa ganti di plastik kresek," kata Saehul Hadi.

Banjir ini terjadi karena Sungai Dombo meluap. Desa Kalisari sendiri secara topografis berada di cekungan dikelilingi Desa Karangasem, Ringinjajar, Jetaksari, dan Dombo.

Anak-anak desa Kalisari bergembira dengan bermain dan mandi air banjir. (foto : Liputan6.com / edhie)
"Jadi pembuangan air dari desa sebelah jatuh ke sini. Mestinya pintu air yang berada di Pucanggading, dibagi rata, bukan hanya dialirkan ke sungai Dombo," kata Saehul.

Kesimpulan itu didapat setelah mengecek sungai Babon dan Sungai Banjir Kanal Timur dan ternyata debitnya kecil.

"Mestinya dibagi. Karena ada tiga pintu air di sana. Banjir berawal dari situ," kata Saehul.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya