Liputan6.com, Jakarta - Peneliti dari Google dan anak perusahannya di bidang kesehatan, Verily, berhasil menemukan cara baru untuk mengetahui seseorang berisiko penyakit jantung. Mereka memanfaatkan penggunaan kecerdasan buatan.
Dikutip dari The Verge, Rabu (21/2/2018), keduanya memanfaatkan software berbekal machine learning untuk menganalisis mata seseorang. Software itu diklaim akurat untuk mengumpulkan data seseorang, mulai dari umur, tekanan darah, termasuk kebiasannya merokok.
Advertisement
Berbekal data tersebut, software lantas dapat memprediksi apakah seseorang menderita masalah jantung, seperti serangan jantung. Software besutan Google ini disebut memiliki akurasi yang sama dengan metode paling mutakhir sekarang ini.
Secara metode, software ini dapat menjadi alternatif baru bagi dokter untuk menganalisa seseorang. Alasannya, hasil pengujian ini membuat proses analisa lebih cepat dan mudah, termasuk tak lagi membutuhkan uji darah.
Kendati demikian, metode ini masih perlu diuji lebih lanjut sebelum benar-benar diterapkan dalam keperluan medis. Meski perlu pengujian lebih lanjut, peneliti medis dari Universitas Adelaide, Luke Oakden-Rayner menyebut hasil dari metode ini sudah kuat.
"Mereka mengambil satu data untuk alasan klinis dan mendapatkan lebih dari yang bisa diperoleh saat ini. Ketimbang disebut sebagai pengganti dokter, cara ini lebih tepat disebut sebagai sistem yang dapat meningkatkan jangkauan dokter," tuturnya.
Metode yang Digunakan
Dalam melatih algoritma dalam software ini, ilmuwan di Google dan Verily menggunakan machine learning untuk menganalisa kumpulan data medis dari hampir 300 ribu pasien. Data ini termasuk pemindaian mata dan informasi medis pada umum.
Sama seperti analisis deep learning lain, neural network dalam machine learning dipakai untuk mengumpulkan informasi yang berpola. Informasi itu berupa hasil pemindaian mata yang terhubung dengan metrik untuk memprediksi risiko kardiovaskular.
Meski metode dengan menganalisa mata terbilang jarang, nyatanya bagian tubuh itu memang menghadirkan informasi yang lengkap. Bagian belakang dinding mata yang memiliki banyak pembuluh darah dapat mencerminkan keseluruhan kesehatan tubuh.
Berbekal peninjauan mata dari kamera atau mikroskop, dokter dapat menyimpulkan beragam hal. Beberapa di antaranya adalah tekanan darah, usia, termasuk kebiasaan merokok seseorang.
Advertisement
Kecerdasan Buatan untuk Keperluan Medis
Profesor Fisiologi Kardiovaskular dari UCL London, Alun Hughes, menyebut pendekatan yang digagas Google ini terbilang kredibel. Ia pun menyebut kecerdasan buatan memiliki potensi untuk mempercepat analisis medis yang ada saat ini.
Di sisi lain, bagi Google, pemanfaatan kecerdasan buatan ini menunjukkan paradigma medis baru yang didukung kecerdasan buatan. Sebab, kebanyakan algoritma medis saat ini dibuat dengan meniru alat diagnostik yang ada, seperti identifikasi kanker kulit.
Karena itu, algoritma berbasis kecerdasan buatan ini diharapkan dapat menciptakan masukan medis baru tanpa campur tangan manusia. Bahkan, bukan tak mungkin algoritma semacam ini dapat digunakan untuk mendapatkan penemuan ilmiah baru.
Mengingat potensi ini, Google pun disebut telah menciptakan inisiatif baru yang diberi nama Project Baseline. Proyek ini berfungsi mengumpulkan catatan medis lengkap dari sekitar 10 ribu orang dalam empat tahun.
(Dam/Ysl)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: