Liputan6.com, Jakarta Hari Bahasa Ibu Internasional dirayakan setiap tahun pada tanggal 21 Februari. UNESCO, sebagai badan PBB yang mengurusi bidang kebudayaan dan pendidikan, mengajak negara-negara di seluruh dunia untuk ikut merayakan hari itu sebagai pengingat bahwa keragaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting untuk pembangunan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan tema tahun ini, yakni “Keanekaragaman Bahasa dan Multilingualisme Diperhitungkan untuk Pembangunan Berkelanjutan”.
Dilansir dari en.unesco.org, Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, dalam pesannya mengatakan, "Bahasa lebih dari sekadar alat komunikasi. Tapi ini adalah kondisi kemanusiaan kita. Nilai-nilai kita, keyakinan dan identitas kita tertanam di dalamnya.”
Advertisement
Baginya, melalui bahasa manusia mentransmisikan pengalaman, tradisi, dan pengetahuan. “Keragaman bahasa mencerminkan kekayaan imajinasi dan cara hidup kita yang mungkin tak pernah terbayangkan," ia menambahkan.
UNESCO telah merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional selama hampir 20 tahun dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman bahasa dan mempromosikan pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu.
Keanekaragaman bahasa semakin terancam karena makin banyak bahasa yang hilang. Ia menambahkan, setiap dua minggu sebuah bahasa lenyap. Hilangnya sebuah bahasa sekaligus mengambil seluruh warisan budaya dan intelektual yang terkandung di dalamnya. Secara global, menurut catatan UNESCO, 40 persen penduduk tidak memiliki akses terhadap pendidikan dalam bahasa yang mereka ucapkan atau pahami.
Namun begitu, usaha untuk meningkatkan pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu, terutama pada awal sekolah, terus dilakukan. Masyarakat multibahasa dan multikultural dapat mentransmisikan serta melestarikan pengetahuan dan budaya tradisional secara berkelanjutan kepada generasi muda. Keragaman linguistik dan multilingualisme sebagai kontribusi penting bagi pendidikan global karena mereka mempromosikan hubungan antarbudaya dan cara hidup yang lebih baik bersama.
Multilingualisme Berdampak Positif pada Ekonomi
Sementara itu, dinukil dari www.weforum.org, para peneliti menemukan bahwa multilingualisme ternyata bagus untuk keberlangsungan pembangunan dan ekonomi. Menurut mereka, negara-negara yang secara aktif memelihara berbagai bahasa menuai berbagai hal positif, mulai dari ekspor yang lebih berhasil hingga angkatan kerja yang lebih inovatif.
"Bahasa penting di tingkat nasional berskala besar, bahkan pada tingkat bisnis yang lebih kecil," kata Gabrielle Hogan-Brun, peneliti di Studi Bahasa di Universitas Bristol. Ia mengutip data yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan keragaman bahasa.
Ia mencontohkan Swiss, yang mengaitkan sekitar 10 persen Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu terhadap warisan multibahasanya. Negara ini memiliki empat bahasa nasional, yaitu Jerman, Prancis, Italia, dan bahasa kuno berbasis bahasa Latin yang disebut Romansh.
Sebaliknya, Inggris diperkirakan kehilangan 3,5 persen dari PDB setiap tahunnya karena kemampuan bahasa mereka yang relatif miskin.
Advertisement
Bahasa Bisa Membantu Bangun Hubungan Dagang
Bagi Hogan-Brun, ini mungkin disebabkan bahasa bisa membantu membangun hubungan dagang. Sebuah studi tentang perusahaan ukuran kecil dan menengah di Swedia, Jerman, Denmark dan Prancis menemukan bahwa para staf yang memiliki kemampuan multibahasa dapat mengekspor lebih banyak barang.
Perusahaan Jerman yang punya pegawai multibahasa bahkan mampu menambah 10 negara ekspor ke pasar mereka. Smenetara itu, perusahaan tidak memiliki staf multibahasa mengatakan bahwa mereka gagal dalam kontrak.
Tak hanya itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bilingual atau multilingual juga meningkatkan produktivitas. Di Florida, pekerja yang dapat berbicara bahasa Spanyol dan Inggris memperoleh USD 7.000 per tahun lebih banyak daripada mereka yang hanya berbicara bahasa Inggris. Menurut sebuah studi di Kanada, pria dwibahasa memperoleh uang 3,6 persen dan wanita dwibahasa memperoleh 6,6 persen lebih banyak daripada teman yang hanya menguasai bahasa Inggris.
"Namun, Anda tidak perlu benar-benar mengucapkan bahasa kedua di tempat kerja untuk menuai keuntungan finansial," kata profesor ekonomi Louis Christofides, salah satu penulis studi tersebut. Ia berspekulasi bahwa ini karena ada anggapan bahwa menguasai lebih dari bahasa kedua adalah tanda seseorang punya kemampuan kognitif, ketekunan, dan pendidikan yang baik.