Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) meraup dana US$ 179 miliar dari hasil lelang surat berharga atau surat utang AS pada Selasa waktu setempat. Hal itu menjadi perhatian pelaku pasar.
Lelang tersebut mendapatkan setengah penawaran lelang senilai US$ 258 miliar yang dijadwalkan pada pekan ini. Lelang tersebut juga mendorong imbal hasil surat berharga AS naik mencapai 2,89 persen.Imbal hasil tersebut merupakan level tertinggi sejak 2008.
Lelang penawaran obligasi berdampak terhadap imbal hasil surat berharga AS. Pasar hadapi banjirnya pasokan surat berharga atau obligasi. Pasokan surat berharga tersebut akan memberikan sentimen negatif untuk imbal hasil surat berharga AS lantaran ada lelang surat berharga bertenor lima tahun pada pekan ini.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian surat berharga bertenor tujuh tahun senilai US$ 29 miiar pada Kamis pekan ini. Sebelumnya, Kementerian Keuangan memperkirakan akan terbitkan obligasi US$ 441 miliar pada kuartal ini.
Lalu bagaimana PT Ashmore Assets Management melihat hal tersebut?
1. PT Ashmore Assets Management menyatakan, the Federal Reserve atau the Fed akan mengambil langkah untuk menjaga pasar saham, ekonomi riil dengan menaikkan suku bunga secara bertahap. Ini lantaran biayanya akan terlalu besar jika kenaikan suku bunga dilakukan secara agresif dan melawan inflasi.
"Ingat kalau the Federal Reserve memiliki lebih sedikit ruang untuk memudahkan kebijakan moneter dan fiskal saat ini," dikutip dalam laporan PT Ashmore Assets Management, Rabu (21/2/2018).
2. Ashmore memandang lelang surat berharga dan imbal hasil surat berharga AS kurang berdampak pada obligasi dalam mata uang rupiah. Pihaknya melihat kalau obligasi AS dan Indonesia bertenor 10 tahun ada jarak 3,5 persen.
3. Masuknya obligasi berdenominasi rupiah dalam indeks pendapatan tetap Bloomberg Barclays (Barclays fixed income indices) termasuk membuatutang dalam mata uang rupiah menenuhi syarat masuk indeks agregat global. Ini efektif pada 1 Juni 2018. Menurut Goldman Sachs, hal itu akan beri tambahan arus masuk ke pasar obligasi Indonesia sekitar US$ 3 miliar-US$ 5 miliar.
Dengan melihat kondisi itu, Ashmore Assets Management Indonesia pun tetap berhati-hati dengan memegang 19 persen kas dalam portofolio. Pihaknya juga mencermati pergerakan imbal hasil obligasi AS dan rupiah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini;
Obligasi Rupiah Masuk Indeks Surat Utang Bloomberg
Sebelumnya, Bloomberg mengumumkan telah mengubah indeks surat utang (obligasi) global atau Bloomberg Barclays Indices. Perubahan ini merupakan hasil tinjauan dan proses dari perbaikan tata kelola perusahaan. Selain itu, perubahan ini juga merupakan masukan dari para klien.
Dikutip dari Bloomberg, Rabu 21 Februari 2018, sebanyak 50 obligasi pemerintah Indonesia yang berdenominasi rupiah dengan total nilai mencapai US$ 151,3 miliar akan masuk ke dalam Global Aggregate dan Global Treasury.
Keputusan ini akan berlaku efektif pada 1 Mei 2018 dan untuk tingkat pengembaliannya akan mulai pada 1 Juni 2018. Saat ini, indeks tersebut berisi kumpulan obligasi dengan 25 mata uang di dunia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, beberapa manfaat yang bisa didapat dari masuknya obligasi pemerintah Indonesia ke dalam indeks Bloomberg tersebut adalah membuka akses bagi dana-dana yang memang hanya bisa diinvestasikan ke surat utang yang sudah masuk atau berada di dalam daftar tersebut.
"Selain itu juga menambah confidence existing investors," jelas dia kepada Liputan6.com, Rabu pekan ini.Luky pun berharap dengan masuknya obligasi Indonesia dalam daftar tersebut berpotensi menambah aliran dana masuk dari inevstor asing.
"Tetapi kami tetap mencermati porsi kepemilikan asing di pasar SBN. Salah satu strategi adalah dengan tetap mendorong program market deepening khususnya untuk investor domestik," kata dia.
Advertisement