Liputan6.com, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno menargetkan ada 30 BUMN yang akan melakukan integrasi data perpajakan dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di tahun ini. Hal tersebut menyusul integrasi data perpajakan yang telah dilakukan PT Pertamina (Persero) pada hari ini.
Rini mengungkapkan ingin lebih banyak lagi BUMN yang bisa mengintegrasikan data perpajakannya dengan Ditjen Pajak. Itu berarti melampaui target Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sebanyak enam perusahaan pelat merah bisa bekerja sama dengan Ditjen Pajak.
Baca Juga
Advertisement
"Kami berkomitmen bahwa Pertamina yang pertama. Tapi saya targetkan terus terang Bu Menteri (Sri Mulyani) bilang kelihatannya cuma enam tahun ini. Enggak bisa, harus 30 BUMN, karena 30 itu sudah merepresentasikan seluruh BUMN," ujar Rini di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Menurut dia, integrasi data parpajakan antar BUMN dan Ditjen Pajak ini justru menguntungkan bagi perusahaan pelat merah. Hal ini juga sebagai bentuk komitmen BUMN dalam mencapai tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG).
"Ini membantu keuntungan kita tidak tergerus sehingga bisa bayar dividen ke Ibu Menteri juga. Tentunya ini juga menunjukkan bahwa BUMN sekarang betul-betul mempunyai komitmen untuk GCG dan transparan secara menyeluruh," kata Rini Soemarno.
Lebih jauh Rini bilang, selain mencari keuntungan untuk pengembangan perusahaan, BUMN juga bertugas membantu penerimaan negara melalui pembayaran pajak dan dividen yang dihasilkan. Oleh sebab itu, kerja sama BUMN dan Ditjen Pajak akan membuat kontribusi BUMN untuk negara menjadi lebih mudah dan terkontrol.
"Saya tekankan ke BUMN, direksi BUMN, kami memang korporasi, kita harus berfungsi sebagai korporasi cetak keuntungan, tapi kita juga dimiliki bangsa dan negara. Kita harus bertanggungjawab untuk memberikan pendapatan ke negara melalui pajak dan dividen. Jadi ini menurut saya kelihatannya bahwa kami membantu Kemenkeu, tapi sebetulnya Kemenkeu membantu kami. Karena ini membantu Kementerian BUMN untuk betul-betul bisa melakukan kontrol yang lebih baik kepada semua BUMN," ujarnya.
Selain perusahaan pelat merah, Rini juga berharap langkah ini juga bisa diikuti oleh perusahaan swasta. Dengan demikian, tingkat kepatuhan terhadap kewajiban pajak bisa terus meningkat.
"Memang ini ke depannya pasti ada hal yang masih harus kita perbaiki terus menerus, tapi saya yakin kerja erat kita bersama antara Kementerian BUMN dan Kemenkeu, akan membuat program ini sangat baik dan efektif dan harus bisa diikuti perusahaan swasta yang lain. Karena BUMN harus bisa menunjukkan bahwa kita bisa membayar pajak dengan benar, tepat waktu, sebagai contoh ke korporasi yang lain, yang berusaha di Indonesia," tandas Rini Soemarno.
Sri Mulyani Revisi Insentif Pajak Bagi Investor, Ini Isinya
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan mengeluarkan aturan terkait revisi insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday. Perubahan ini diharapkan akan mendorong minat investasi di dalam negeri.
Sri Mulyani menjelaskan, untuk tax allowance, sebenarnya insentif ini telah ada sejak 10 tahun lalu. Insentif ini berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh) Badan yang harus ditanggung oleh investor dengan besaran potongan hingga 30 persen.
"Dari pembahasan tadi diputuskan Bapak Presiden, jumlah kelompok industri penerima tax allowance harus diperluas. Dari PP 18/2015 dan PP 9/2016 yang mengatur tax allowance sampai saat ini ada 145 bidang usaha. Maka Bapak Presiden minta agar diperluas dan ditambahkan jumlahnya berdasarkan rekomendasi beberapa kementerian terutama Kemenperin, Kementerian ESDM, Kemenpar yang memiliki bidang industri yang ditambahkan," ujar dia di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Selain itu, lanjut Sri Mulyani, Presiden Jokowi juga meminta agar syarat-syarat untuk mendapatkan insentif ini dipermudah dan dipercepat. Dengan demikian, banyak investor yang bisa memanfaatkan insentif tersebut.
"Bapak Presiden minta agar proses minta tax allowance harus pasti, sederhana dan cepat. Karena tahun lalu hanya ada 9 (perusahaan) yang mendapatkan. Di 2016 ada 25, sebelumnya bahkan lebih sedikit. Jadi ternyata betul-betul tidak menarik. Karena tadi evaluasinya adalah ada sektor yang tidak tahu, ada yang sudah mendapatkan janji tapi tidak dipenuhi, ada yang tadinya mendapatkan fasilitas tertentu namun di dalam realisasi investasi tidak jadi diberikan," jelas Sri Mulyani.
Advertisement