Ghouta Timur Dibombardir, Dokter Terpaksa Pakai Obat Kedaluwarsa

Serangan bertubi-tubi oleh Pasukan Suriah yang menghujani Ghouta Timur, memaksa para dokter untuk menggunakan obat kedaluwarsa.

oleh Citra Dewi diperbarui 22 Feb 2018, 13:32 WIB
Penyelamat berlari untuk membantu korban serangan udara pasukan pemerintah di Ghouta Timur, Damaskus, Suriah, Selasa (20/2). Kelompok pemantau dan paramedis Suriah mengatakan serangan itu menewaskan 98 orang. (Syrian Civil Defense White Helmets via AP)

Liputan6.com, Ghouta Timur - Serangan bertubi-tubi oleh Pasukan Suriah yang menghujani Ghouta Timur, memaksa para dokter menggunakan obat kedaluwarsa saat mengobati pasien. Hal itu dilakukan di tengah meningkatnya jumlah korban tewas yang mencapai 300 orang hanya dalam kurun tiga hari.

Menurut Syrian American Medical Society (SAMS), setidaknya 260 orang tewas dan 500 lainnya luka-luka di Ghouta Timur, wilayah yang dikuasai pemberontak Suriah, selama 19 hingga 20 Februari 2018.

Sementara itu, Damascus Media Center melaporkan bahwa jumlah korban tewas bertambah 45 orang, di wilayah yang sama pada Rabu, 21 Februari 2018.

Seorang pekerja medis di Ghouta Timur, Suriah, mengatakan bahwa dokter terpaksa menggunakan obat kedaluwarsa, termasuk anestesi, karena mereka tak memiliki pilihan lain.

Peralatan di ruang operasi dan unit perawatan intensif pun sudah kuno. Menurutnya, hingga saat ini hanya tersisa 105 dokter untuk merawat seluruh korban di Ghouta Timur.

"Jika kami beruntung, kami akan memperoleh air dari akuifer dan sumur lainnya. Sedangkan untuk listrik, kita bergantung pada generator dan bahan bakar," ujar pria dengan nama samaran Adam Aslan itu seperti dikutip dari CNN, Kamis (22/2/2018).

"Sekarang ini hampir tidak mungkin ditemukan.

Direktur Rumah Sakit Ghouta Timur dan dokter anak, Amani Ballour, mengatakan bahwa ini adalah hari-hari terburuk dalam hidupnya di Ghouta Timur, Suriah.

"Kami di Ghouta terkena serangan udara selama lebih dari lima tahun, dan ini bukan hal baru bagi kami...tapi kami belum pernah melihat eskalasi seperti ini," ujar dia.


Hampir 400 Ribu Orang Terperangkap di Ghouta Timur

Asap membumbung tinggi setelah pasukan pemerintah membombardir wilayah Ghouta Timur, Damaskus, Suriah, Senin (19/2). Hampir 400 ribu orang tinggal di Ghouta Timur, wilayah di Suriah yang telah dikepung sejak 2013. (AFP PHOTO/Hamza Al-Ajweh)

Bombardir yang dilakukan oleh Pasukan Presiden Bashar al-Assad dan didukung oleh Rusia itu mendapat kecaman dari masyarakat internasional. Bahkan, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mendeskripsikannya sebagai "neraka dunia".

Koordinator kemanusiaan regional PBB, Panos Moumtzis, mengatakan bahwa merupakan sebuah keharusan untuk mengakhiri penderitaan manusia yang tak masuk akal di Ghouta Timur.

Operasi pasukan Suriah itu dilakukan pada awal bulan ini untuk mengambil alih wilayah tersebut dari pemberontak. Menurut sejumlah laporan, operasi tersebut telah menewaskan ratusan orang.

Menurut PBB, hampir 400.000 orang terperangkap di Ghouta Timur. Banyak dari mereka sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan.


Dikhawatirkan Jadi Aleppo Baru

Kondisi kota Arbin yang dipenuhi kepulan asap usai terkena serangan udara dari pasukan Assad di wilayah Ghouta Timur, Suriah (7/2). Akibat serangan ini dilaporkan sedikitnya, 47 warga sipil tewas. (AFP Photo/Amer Almohibany)

Serangan di Ghouta Timur yang dilakukan sejak Minggu, 18 Februari 2018 itu tak hanya menimbulkan korban jiwa. Sejumlah toko roti dan gudang makanan turut hancur, di mana hal tersebut bisa mengganggu pasokan makanan warga.

Warga mengkhawatirkan bahwa operasi yang dilancarkan Pasukan Suriah itu akan mengubah tempat mereka menjadi Aleppo.

Sejumlah pekerja bantuan mengatakan bahwa serangan tersebut menargetkan jalan-jalan utama di daerah tersebut. Hal itu pun membuat operasi bantuan atau penyelamatan terblokir.

Jumlah korban tewas pun meningkat karena fasilitas medis turut hancur dalam serangan itu, termasuk sebuah rumah bersalin.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya