Optimisme Novel dan Utang Polri

Novel Baswedan pulang ke Tanah Air. Kondisi matanya belum sepenuhnya pulih setelah 10 bulan menjalani perawatan. Pengungkapan kasusnya pun belum menggembirakan.

oleh Nanda Perdana PutraAdy AnugrahadiLizsa Egeham diperbarui 23 Feb 2018, 00:00 WIB
Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di KPK (Liputan6.com/ Lizsa Egeham)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior KPK Novel Baswedan, melangkah pasti menuju pelataran Gedung Merah Putih, Markas Komisi Antirasuah. Turun dari mobil yang mengantarkannya dari Bandara Soekarno-Hatta, Novel diiringi Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

Di depan pintu masuk, puluhan pegawai KPK menyambutnya. Novel sudah 10 bulan tak menjejakkan kaki di KPK. Selama itu, mantan polisi yang kini menjadi penyidik tetap KPK itu menjalani perawatan kedua matanya di Singapura.

Suatu pagi, 12 April 2017, ia diserang dua orang yang mengendarai sepeda motor dengan air keras. Peristiwa itu terjadi tak jauh dari kediaman Novel di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Meski kedua matanya belum pulih sempurna, Novel tak lantas menyerah. Diberi kesempatan memberi pernyataan, dia malah membakar semangat rekan-rekannya di KPK.

"Saya tidak ingin menjadikan ini kelemahan. Saya ingin menjadikan ini sebagai penyemangat. Saya ingin penyemangat baik rekan-rekan KPK," ujar dia, Kamis (22/2/2018).

Novel tidak berubah. Ia masih seperti sebelum serangan pengecut itu terjadi.

Selama menjalani perawatan di Singapura, Novel juga kerap mengirim pesan melalui koleganya. Benang merahnya satu: pemberantasan korupsi tak boleh tunduk pada teror.

Novel selalu optimis. Dan, ia menyebarkan semangat itu pada yang lain. Baginya, melemah setelah peristiwa penyerangan berarti pelaku teror yang menang. Jika sudah begitu, pemberantasan korupsi terancam.

Ia mewanti-wanti pegawai KPK lebih meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Mereka juga harus semakin sungguh sungguh dalam mengungkap kasus korupsi.

"Apabila kejadian ini membuat produktivitas menurun berarti kemenangan bagi pelaku penyerangan," ujar dia.

Dari KPK, Novel bertolak ke kediamannya. Ia tidak langsung pulang, melainkan mampir menunaikan salat Ashar di Masjid al-Ihsan.

Tak jauh dari sana adalah lokasi penyerangan yang menyebabkannya seperti saat ini. Tapi, Novel tidak menunjukkan trauma.

"Saya bukan orang yang suka ditakut-takuti atau takut, jadi diancam-ancam seperti apa nggak terlalu penting," kata Novel.

Ia fokus pada penyembuhan matanya. Bila kembali pulih, menurut Novel, ia bisa berbuat lebih baik dari sebelumnya. 


Utang Kapolri

Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat memberikan keterangan pers usai pertemuan tertutup dengan Presiden Jokowi terkait kasus penyerangan Novel Baswedan di Istana, Jakarta, Senin (31/7). (Laily Rachev/Biro Pers Setpres)

Kuasa hukum penyidik KPK Novel Baswedan, Saor Siagian, mengatakan bahwa kasus penyerangan air keras kepada kliennya menjadi utang Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Sebab, sudah lebih 10 bulan polisi belum berhasil mengungkap pelaku penyerangan.

"Saya minta kepada Saudara Tito Karnavian, ini utang Saudara, utang kita bersama," ujar Saor di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2018).

Dia menilai hingga saat ini polisi belum menunjukkan perkembangan yang berarti terkait penyidikan kasus penyerangan Novel Baswedan. Menurut dia, Tito Karnavian memiliki tanggung jawab untuk mengungkap kasus tersebut.

"Sampai 10 bulan ini, saya kira belum ada progresnya. Kita minta betul kepada Saudara Kapolri, ini adalah tanggung jawab kepada kepolisian," jelas Saor.

"Saya kira ini harus segera dituntaskan. Itulah harapan kami dari aktivis koalisi masyarakat antikorupsi sekaligus pengacara Novel," imbuh dia.

Sebelumnya, polisi memang berencana mengagendakan pemeriksaan lanjutan terkait kasus penyerangan yang dialaminya.

"Nanti kita agendakan dan nanti kita tanyakan dulu (ke penyidik)," tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2018).

Menurut dia, kembalinya Novel Baswedan ke Jakarta akan mempermudah pertukaran informasi dengan penyidik. Dengan kondisi sekarang, diharapkan pengusutan perkara itu dapat selangkah lebih maju.

"Nanti kita akan memanggil yang bersangkutan, untuk meminta keterangan yang belum sempat dijawab waktu kita ke Singapura. Atau ada informasi lain mungkin yang akan disampaikan ke penyidik," jelas dia.

Tim gabungan antara penyidik Polda Metro Jaya dan KPK pun sebenarnya sudah dibentuk. Para ahli yang ditunjuk juga masih terus bekerja sesuai porsinya demi mengungkap kasus penyerangan Novel Baswedan.


Desakan Pembentukan TGPF

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad usai menjenguk penyidik KPK, Novel Baswedan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (11/4). Penyidik senior KPK itu menjadi korban penyiraman air keras pagi hari tadi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

10 bulan adalah waktu yang lama untuk pengungkapan kasus penyerangan Novel. Karena itu, desakan menempuh cara alternatif untuk mengungkapkan kasus itu terus didengungkan.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi, segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk ungkap kasus penyerangan menggunakan air keras terhadap Novel Baswedan.

Abraham mengatakan, kasus Novel Baswedan mandek. Sepuluh bulan berlalu, pelaku juga belum tertangkap. Ia pun memberikan solusi agar kasus ini tak lagi berlarut-larut.

"Kami meminta segera mungkin membuat Tim Gabungan Pencari Fakta," ujar dia, Kamis (22/2/2018).

Menurut Abraham, pembentukan TGPF sangat mendesak sebagai jalan keluar mengungkap pelaku penyerangan Novel Baswedan.

"Tidak ada jalan lain. Saya yakin kalau tidak ada TGPF kasus ini akan hilang begitu saja seperti pegawai sebelumnya," ungkap dia.

Ia pun meminta kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mendorong pemerintah membentuk TPGF. "Inilah cara untuk mengungkap pelakunya," tegas dia.

Hal serupa juga didesak Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). "Salah satu pilihan untuk membantu mengungkap kasus ini ya itu (bentuk TGPF). Karena untuk memperkuat resistensi dari kepolisian," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani di Jakarta, Kamis (22/2/2018).

Yati menambahkan, lambatnya penyelesaian kasus hukum tersebut menjadi teguran keras bagi Presiden Jokowi. Sebab, negara dinilai gagal melindungi warganya.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya