Liputan6.com, Jakarta - Kepala Bareskrim Ari Dono Sukmanto bereaksi keras atas maraknya penyebaran ujaran kebencian yang dibalut dalam hoax atau kabar bohong. Dia menyebut Indonesia saat ini terjangkit darurat kejadian luar biasa (KLB) akal sehat.
Ari dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com mengatakan, para penggoreng isu hoaks hingga ujaran kebencian dengan mengaitkan suku, agama, ras, dan golongan (SARA) adalah pengidap gangguan jiwa yang sebenarnya. Bukan itu saja, menurutnya, jenis gangguan jiwa ini juga menular.
Advertisement
"Apa namanya kalau bukan sakit jiwa karena sukanya menggoreng isu hoaks, lalu gorengan itu dimakan. Kemudian yang memakannya jadi ikut-ikutan menyebar hoaks?" kata Ari dalam keterangan resminya, Jumat (23/2/2018).
Bahkan, kata Ari, penggoreng isu hoax itu lebih berbahaya dari orang yang mengidap gangguan jiwa.
"Ada kejadian luar biasa (KLB-red) saat ini, yaitu terbaliknya logika masyarakat," tegas Ari.
"Saat penggoreng, penyebar hoax hingga pelaku ujaran kebencian justru menjadi pahlawan. Sementara pengidap penyakit kejiwaan yang sebenarnya menjadi tertuduh bahkan dihakimi oleh massa. Indonesia darurat KLB akal sehat dan hati yang bersih," Ari menambahkan.
Kasus teranyar, Bareskrim mengungkapkan ujaran kebencian atau penghinaan melalui media sosial di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Tersangka berinisial MKN (57), seorang wiraswasta. Ia diduga membuat konten SARA, penghinaan terhadap Kepala Negara hingga Ibu Negara Iriana Jokowi.
"Sebutan apa yang paling tepat bagi lelaki yang berani menghina seorang wanita, yaitu Ibu Negara? Kalau lahir dari bukan ibu, sih, enggak apa-apa," Ari memungkasi.
Penyebar Terstruktur
Ari menyebut ada pihak yang sengaja "menggoreng" isu teror dan penyerangan tokoh agama. Dia bahkan mengklaim telah mengantongi aktor penyebar berita bohong itu.
"Hasil penyelidikan menemukan fakta bahwa itu semua hoax. Tujuan hoax itu justru untuk menggiring opini bahwa negara ini sedang berada dalam situasi dan kondisi yang seolah-olah bahaya. Di titik ini, masyarakat sebenarnya justru terjebak dalam skenario dari sutradara hoax itu," ujar Ari melalui keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Berdasarkan penelusuran Bareskrim Polri, penyebaran hoax mengenai penyerangan tokoh agama tersebut dilakukan melalui beberapa jejaring media sosial, mulai dari Facebook, Google+, Twitter, hingga situs berbagi video Youtube.
"Adapun akun-akun yang membahas hal tersebut dimotori oleh beberapa akun yang sudah dikantongi oleh Polri. Jadi, siap-siap saja jika masih terus menyebarkan hoax seperti itu," Ari menandaskan.
Advertisement