Ahli Waris Lahan Jalan Tol Makassar Tunggu Jawaban Tuhan dan Jokowi

Tinggal satu harapan ahli waris pemilik lahan jalan tol Makassar demi mendapatkan haknya.

oleh Eka Hakim diperbarui 24 Feb 2018, 05:00 WIB
Saat ahli waris pemilik lahan jalan tol bersama warga menunaikan salat jumat di jalan tol reformasi Makassar (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Lelah menunggu ketidakpastian sisa ganti rugi lahan mereka yang dijadikan sebagai jalan tol reformasi Makassar selama 15 tahun membuat ahli waris pemilik lahan tak tahu berharap ke mana lagi.

"Satu-satunya harapan kami hanya menunggu jawaban Tuhan dan Pak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)," kata Andi Amin Halim Tamatappi, Ketua Tim Pendamping hukum ahli waris pemilik lahan, Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya kepada Liputan6.com di Makassar, Jumat (23/2/2018).

Amin mengaku sudah menyurati sejumlah pihak demi mengadukan nasib para ahli waris pemilik lahan yang hingga saat ini tak diberikan haknya alias sisa ganti rugi terhadap lahannya yang sejak tahun 2001 silam dibebaskan untuk pembangunan jalan tol reformasi Makassar oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR).

"Surat pengaduan kami ada yang dikirim ke Kementerian PUPR sendiri, Komnas HAM, KPK, Mabes Polri, Kejaksaan, DPR RI hingga ke Presiden Jokowi. Dan terakhir atau 5 bulan lalu malah kami dijanji sama pak Wapres Jusuf Kalla agar persoalan kami segera diselesaikan dengan Menteri PUPR. Tapi lagi-lagi kami hanya dijanji yang tak pasti," ungkap Amin.

Dengan kenyataan yang ada, Amin mengaku tinggal satu harapan yang ditunggu oleh ahli waris agar haknya segera dibayarkan oleh Kementerian PU-PR. "Yah tinggal tunggu doa dikabulkan oleh Tuhan dan dibantu oleh pak Jokowi," akui Amin.

 


Ahli Waris Kembali Berencana Demo di Istana Presiden

Aksi penutupan jalan tol reformasi Makassar tahun 2017 lalu (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Ia menegaskan dalam waktu dekat, dia akan berangkat ke Jakarta bersama dengan seluruh keluarga ahli waris untuk berunjuk rasa kembali di depan Istana Presiden, gedung DPR RI, serta di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR).

"Sebagai masyarakat Bugis Makassar pantang kami mundur demi membela kebenaran. Kami sudah capek dijanji bahkan sisa ganti rugi lahan kami sudah memasuki 15 tahun lebih tak juga diselesaikan," tegas Amin.

Amin mengaku baru sadar dengan janji seorang penguasa. Yang ia nilai hanya celoteh belaka dan sekadar pencitraan untuk menutupi kekurangan yang terjadi.

"Kami akan demo dan bermalam di depan Istana Presiden hingga ada kejelasan kapan sisa ganti rugi lahan kami dibayarkan oleh Kementerian PU-PR. Mati kelaparan di sana pun sudah menjadi konsekuensi nantinya demi mengejar hak kami yang belum diberikan," ungkap Amin.

Tak hanya demo di Jakarta, beberapa kerabat ahli waris juga akan membagi konsentrasi untuk tetap berdemo di atas lahan mereka yang belum dibayarkan sisa ganti ruginya oleh Kementerian PU-PR, namun sudah dioperasikan selama 15 tahun menjadi jalan tol.

"Inilah bukti kesewenang-wenangan Pemerintah dan pihak pengelola tol, mereka asyik menikmati hasil jalan tol sementara pemilik lahan dibiarkan sengsara tanpa diberikan sisa ganti rugi lahannya yang dijadikan sebagai jalan tol. Di mana nuranimu wahai penguasa," keluh Amin.

 


Kronologis Perkara Jalan Tol Reformasi Makassar

Aksi penutupan jalan tol reformasi Makassar tahun 2017 lalu (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Amin mengungkapkan masalah yang terjadi di jalan tol reformasi Makassar adalah ahli waris pemilik lahan yang lahannya dijadikan sebagai jalan tol, baru dibayarkan 1/3 dari total ganti rugi pembebasan lahan, yakni sebesar Rp 12 miliar lebih.

Amin berharap Presiden Jokowi bisa turun tangan dan bertindak terhadap Kementerian PU-PR yang diduga telah menyengsarakan warga kecil. Pasalnya, karena belum mendapat ganti rugi, sejumlah warga harus beraktivitas di dalam tenda plastik sebagai tempat tinggal sementara.

"Lahan mereka dicaplok begitu saja oleh Kementerian PU-PR tanpa diberi ganti rugi, sehingga warga ahli waris pemilik lahan mengambil kembali lahannya. Perlu saya tegaskan kepada semua pihak bahwa lahan milik ahli waris secara yuridis belum berstatus jalan tol karena belum dibayarkan ganti ruginya, sehingga penegak hukum sekalipun tak boleh menekan warga dan ahli waris ketika melakukan pengambilalihan lahannya," tegas Amin.

Sebelumnya, masalah ini pun telah dilaporkan resmi ahli waris pemilik lahan Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi uang ganti rugi lahan oleh Kementerian PU-PR tersebut.

Selain karena diduga uang ganti rugi ditilep juga karena adanya bukti merekayasa amar putusan yang ditemukan ahli waris oleh orang dalam Biro Hukum Kementerian PU-PR, yakni tentang putusan MA bernomor 266/PK/Pdt/2013.

Temuan dugaan rekayasa putusan itu berdasarkan adanya surat yang dibuat Kementerian PU-PR ditujukan kepada Mahkamah Agung (MA) nomor HK.04.03-Mn/718 perihal permohonan penerbitan fatwa Mahkamah Agung sebagai penjelasan terhadap putusan perkara Pengadaan lahan Tol Reformasi A.N Intje Koemala.

Pada poin b dalam surat tersebut disebutkan putusan MA nomor 266/PK/Pdt/2013 dimenangkan Ince Baharuddin dan ditandatangani Menteri PU-PR Basuki Hadimuljono.

Sementara dalam putusan asli pada perkara pada nomor yang sama, di mana Ince Baharuddin melawan Syamsuddin Sammy selaku ahli Waris Intje Koemala disebutkan dalam halaman 12 putusan nomor 266/PK/Pdt/2013 tersebut ditegaskan, mengadili dan menolak PK yang diajukan oleh Ince Baharuddin dan Ince Rahmawati selaku pemohon PK. Surat keputusan ini ditandatangani pihak Mahkamah Agung melalui Panitera Muda Perdata Dr Pri Pamudi teguh.

Putusan lainnya yang memenangkan ahli waris pemilik lahan Intje Koemala, yakni pada putusan PK bernomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010. Dimana dalam perkara itu ahli waris pemilik lahan Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya melawan Kementerian PU-PR.

Aksi penguasaan lahan oleh ahli waris Intje Koemala versi Chandra Taniwijaya hingga saat ini masih berlangsung karena belum terbayarkannya sisa ganti rugi seluas lahan 48.222 meter persegi, dan lahan yang belum sama sekali dibayarkan 100 persen seluas 22.134 meter persegi, dimana total tujuh hektar lebih.

Sisa pembayaran itu senilai Rp 9,24 miliar lebih. Sementara yang sudah dibayarkan pada tahap pertama tahun 1998 yakni sepertiga lahan seluas dua hektare lebih senilai Rp 2,5 miliar kala itu. Total lahan yang digunakan sebagai tol sekitar 12 hektare.

Pihak ahli waris pemilik lahan tetap bertahan di atas lahan mereka dengan mendirikan tenda sesuai dengan dasar putusan pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung (MA), nomor 117/PK/Pdt/2009 tertanggal 24 November 2010 yang memerintahkan Kementerian PU-PR segera membayarkan sisa ganti rugi lahan mereka yang dibebaskan menjadi jalan tol reformasi Makassar. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya