Jelang All England 2018, Pemain Adaptasi Aturan Batasan Tinggi Servis

Edy Rufianto telah malang melintang bertugas sebagai wasit dan hakim servis di berbagai turnamen internasional.

oleh Bogi Triyadi diperbarui 24 Feb 2018, 06:00 WIB
Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi melakukan servis ke pasangan China, Li Junhui/Liu Yuchen pada babak final Indonesia Masters 2018 di Jakarta, Minggu (28/1). Kevin/Marcus sukses merebut gelar juara Indonesia Masters 2018. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) baru saja mengeluarkan sejumlah aturan baru. Salah satunya adalah penetapan batasan tinggi servis tiap pemain menjadi 115 cm. Sebelumnya, tinggi servis disesuaikan dengan dengan antropometri tubuh masing-masing, yaitu di rusuk terbawah.

Aturan batasan tinggi servis ini mengharuskan saat pertemuan shuttlecock dan kepala raket (impact), tidak boleh lebih tinggi dari 115 cm. Ketentuan ini rencananya mulai dicoba pada kejuaraan All England 2018 BWF World Tour Super 1000 yang akan berlangsung bulan depan.

Guna mempersiapkan para atlet, PBSI telah memulai latihan servis menggunakan alat pengukur tinggi servis. Pada hari ini, (Jumat, 23/2), sebanyak tiga wasit bersertifikat BWF didatangkan khusus untuk memberi arahan dan masukan kepada para atlet mengenai aturan baru ini.

Salah satunya adalah Edy Rufianto yang telah malang melintang bertugas sebagai wasit dan hakim servis di berbagai turnamen internasional.

“Rata-rata kesulitannya adalah tangan kiri yang memegang shuttlecock, selalu mengangkat ke atas pada saat akan memukul shuttlecock. Bisa saja sebelum servis, shuttlecock posisinya di bawah, tapi saat impact, tangannya ke atas, waktu mau memukul ke bawah lagi. Ini mungkin terjadi, seperti service nya Christinna Pedersen,” kata Edy saat ditemui di Pelatnas Cipayung.

“Ini tujuannya mengawasi servis tinggi. Mungkin awalnya ada pemain-pemain tertentu yang merasa dirugikan dengan aturan yang lama. Servisnya sering di-fault dengan batasan iga terbawah, artinya sesuai dengan antropometri si atlet. Kalau atletnya tinggi seperti (Mads Pieler) Kolding, ya berarti otomatis rusuk terbawahnya juga tinggi. Rusuknya dia akan sedada orang lain, misalnya Kevin (Sanjaya Sukamuljo) yang tidak terlalu tinggi,” jelas Edy.


Kurang Menguntungkan

Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PBSI, Susy Susanti, mengapresiasi perjuangan tim putri Indonesia di Kejuaraan Bulutangkis Asia Beregu 2018, Sabtu (10/2/2018). (PBSI)

Disebutkan Edy, aturan baru ini memang kurang menguntungkan bagi pemain berpostur tinggi, namun menguntungkan untuk pemain berpostur tidak terlalu tinggi, seperti mayoritas pemain Indonesia. 115 cm ini dianggap sebagai batas aman bagi pemain untuk melakukan servis tinggi (flick servis), bahkan mereka yang tinggi sekalipun.

“Greysia (Polii) saya ukur rusuk terbawahnya itu ketinggiannya 112 cm, artinya dia diuntungkan tiga cm lebih tinggi dari aturan yang lama. Servisnya dia bisa naik lagi tiga cm,” tambahnya.


Bisa Jadi Bencana

Ganda putri Indonesia Greysia Polii / Apriyani Rahayu. (Humas PP PBSI)

Edy juga menjelaskan bahwa dalam poin 9.13 aturan mengenai servis yang mengharuskan batang dan kepala raket harus mengarah ke bawah pada saat servis, sekarang ini tidak diberlakukan. Dengan kata lain, pemain bisa bebas melakukan servis seperti apa pun asalkan impact nya tidak lebih dari 115 cm.

“Jadi karakter permainan bulutangkis memang sudah bergeser. Sebelumnya di bulutangkis, servis itu kan awal dimulai permainan, kalau di tenis jadi awal serangan, kalau sekarang bisa jadi servis di bulutangkis itu awal serangan juga,” ucap Edy.

“Sekarang tidak ada batasan batang raket dan kepala raket dibawah, bisa saja Kevin servis drive, bisa serang. Untuk pemain seperti Kevin, Marcus (Fernaldi Gideon), Apriyani (Rahayu), aturan ini justru menguntungkan, buat yang berpostur tinggi, ini bisa jadi bencana,” pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya