Liputan6.com, Jakarta - Utang pemerintah pusat diprediksi akan mencapai Rp 4.420 triliun pada akhir 2018. Angka ini meningkat dari posisi utang pemerintah hingga 31 Januari 2018 yang sebesar Rp 3.958,66 triliun.
Pengamat Ekonomi Institute fo Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, sepanjang 2018, utang pemerintah diperkirakan akan bertambah lebih dari Rp 420 triliun.
"Di 2018, jumlah utang diprediksi akan bertambah hingga Rp 420 triliun sehingga total utang pemerintah pada akhir Desember 2018 bisa tembus Rp 4.420 triliun," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (25/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Bhima, jika utang perkiraannya benar, maka porsi utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) naik menjadi 30,5 persen dari posisi di akhir Januari yang sebesar 29,1 persen terhadap PDB.
"Ini setara 30,5 persen terhadap PDB. Batas yang dianggap lampu kuning oleh IMF bagi negara berkembang," kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan total utang pemerintah pusat per 31 Januari 2018 mencapai Rp 3.958,66 triliun. Angka ini meningkat sekitar Rp 19,96 triliun dari posisi utang di Desember 2017 yang sebesar Rp 3.938,7 triliun.
Posisi utang pemerintah tersebut tercatat sebesar 29,1 persen terhadap PDB. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, level tersebut masih berada pada kondisi aman.
Data Kemenkeu menyatakan, utang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar Rp 752,38 triliun atau sekitar 19 persen dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.206,28 triliun atau 81 persen.
Pinjaman sendiri terdiri dari dua bagian yaitu pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri. Pinjaman luar negeri mencapai Rp 746,64 triliun atau 18,9 persen, yang terdiri dari bilataral Rp 318,81 triliun atau 8,1 persen, multilateral Rp 384,07 triliun atau 9,7 persen, komersial Rp 42,59 triliun atau 1,1 persen, dan suppliers Rp 1,17 triliun. Sedangkan untuk pinjaman dalam negeri sebesar Rp 5,74 triliun atau 0,1 persen.
Sementara utang pemerintah dari penerbitan SBN terdiri dari denominasi rupiah sebesar Rp 2.330,65 triliun atau 58,9 persen dan denominasi valas sebesar Rp 875,65 triliun atau 22,1 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Cicil Utang Subsidi BBM, Listrik, dan Pupuk Tahun Ini
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mulai membayar tunggakan penyaluran subsidi BBM, listrik, dan pupuk kepada tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan PT Pupuk Indonesia Tbk. Tunggakan tersebut diharapkan bisa selesai pada 2019 mendatang.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengakui, selama ini pemerintah memang memiliki tunggakan untuk penyaluran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan pupuk. Namun, tunggakan tersebut akan mulai dicicil pada semester I tahun ini.
"Betul ada tunggakan subsidi BBM dan listrik. Kita akan menyelesaikan sebagian di semester I-2018. Bukan hanya Pertamina dan PLN, tapi juga pupuk. Dengan kita mulai melunasi sebagian di 2018 dan 2019, itu bisa selesai," ujar dia di Kantor Kemenkeu, Jakarta, pada 20 Februari 2018.
Menurut Askolani, pembayaran tunggakan tersebut akan dilakukan sesuai dengan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari audit tersebut, akan diketahui berapa besaran kekurangan pembayaran subsidi yang jadi utang pemerintah terhadap BUMN-BUMN tersebut.
"Terhadap tagihan 2017, finalnya itu hasil audit. Kita memang tiap tahun tidak bisa membayar subsidi itu kalau belum audit. Nanti akan ketahuan berapa kekurangan subsidi itu baik 2017 atau 2018 yang akan jalan. Kita akan bisa melunasi kewajiban dalam waktu 1-2 tahun setelai itu," kata dia.
Sementara untuk besaran tunggakan subsidi yang ditanggung pemerintah pada tahun ini, Askolani menyatakan, hal tersebut belum bisa dipastikan. Sebab, besaran tunggakan tersebut baru akan diketahui setelah ada realisasi penyaluran BBM atau listrik oleh BUMN yang bersangkutan.
"Realisasi subsidi sampai Januari belum ada realisasi subsidi. Mekanismenya yang berlaku di PLN dan Pertamina, mereka lakukan dulu distribusi untuk subsidi BBM dan listrik," tandas Askolani.
Advertisement