Liputan6.com, Yogyakarta - Semula tempat ini hanya lahan parkir kendaraan yang pada awal tahun ini disulap menjadi sebuah kafe bergaya Tiongkok era 60-an. Pertama kali memasukinya, ingatan kita melayang pada film-film mafia Hongkong yang diputar di televisi swasta pada 1990-an.
Namanya Tan Backyard. Kafe ini berbeda dengan kebanyakan tempat serupa di Yogyakarta yang mengusung konsep interior industrial atau rustic. Perbedaan ini yang ditonjolkan dan memberikan warna baru dalam dunia nongkrong.
Dinding kafe berkapasitas 500 orang itu berwarna hitam. Kekhasan Tiongkok terlihat dari tiga hal yang paling kentara. Pertama, rangkaian pintu besi yang menjadi ornamen di dinding. Di zamannya, orang Tiongkok menggunakan pintu serupa untuk rumahnya.
Baca Juga
Advertisement
Kedua, lampion-lampion berukuran besar dengan diameter sekitar setengah meter juga memenuhi langit-langit kafe. Suasana temaram melingkupi tempat itu. Ketiga, sofa yang digunakan juga identik dengan gaya Tiongkok di era itu. Sofa kayu pendek berwarna hitam yang dilengkapi bantal empuk merah.
Meskipun terkesan memasuki kafe seperti yang ada di film-film mafia Hongkong, Tan Backyard justru ingin membuat kafenya seperti rumah bagi pengunjung. Konsep bangunan yang didirikan halaman belakang tidak lepas dari kondisi demografis masyarakat Tiongkok saat itu.
"Tidak semua orang dulu punya halaman belakang, kami menghadirkan konsep halaman belakang itu sebagai bentuk nostalgia dengan Tiongkok zaman dulu," ujar Lisya Ibrahim, Marketing Eksekutif Tan Backyard, Jumat (23/2/2018).
Mengukuhkan Segmentasi Pasar
Konsep halaman belakang masyarakat Tiongkok di era 60-an juga mengukuhkan segmentasi Tan Backyard. Kafe yang buka dari pukul 19.00 sampai 03.00 WIB ini memasang target pengunjung menengah ke atas.
Menu andalannya adalah aneka minuman cocktail dan juga sejumlah cemilan yang unik. Salah satunya, buncit telur asin yang layak menjadi teman ketika menenggak cocktail andalan.
Tan Backyard juga menyediakan sofa premium. Ada dua jenis sofa yang bisa dipesan dengan minimal pembelian, yakni Rp 1 juta dan Rp 600.000. Satu sofa bisa ditempati lebih dari lima orang.
Konsep Tiongkok lawas dipilih karena selera pribadi pemilik. Interior yang unik juga mendukung karakter pengunjung muda masa kini.
"Pengunjung bisa foto-foto karena banyak spot unik dan menarik diunggah ke media sosial," ucap Lisya.
Kafe yang berlokasi di Jalan Rajawali Raya 26, Condong Catur, Sleman ini juga mudah dijangkau. Dari pusat kota Yogyakarta hanya berjarak sekitar tujuh kilometer ke arah utara.
Advertisement
Kolaborasi dengan Komunitas
Sekalipun bergaya Tiongkok 60-an, Tan Backyard terbuka dengan beragam komunitas untuk berkolaborasi di kafe itu. Setiap Rabu malam, misalnya, ada kolaborasi dengan komunitas Salsa.
Nyaris setiap malam, tema yang diangkat di tempat itu berbeda-beda. Kehadiran DJ dari berbagai tempat serta pertunjukan live music siap mewarnai malam di Tan Backyard.
Salah satunya yang tidak boleh dilewatkan adalah Mosuo Culture setiap malam minggu. Nama Mosuo Culture mengacu pada sebuah suku di Tiongkok yang didominasi oleh kaum perempuan. Senada dengan itu, Tan Backyard menerapkan nama suku untuk mengangkat tema Ladies Night.
"Jadi, kami sangat fleksibel tidak terpaku dengan hal-hal lawas atau nostalgia saja, siapapun bisa berkolaborasi di sini," kata Lisya.