Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengajukan satu nama, Perry Warjiyo, sebagai calon tunggal Gubernur Bank Indonesia (BI) kepada DPR. Perry Warjiyo saat ini menjabat sebagai Deputi Gubernur BI.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, Perry sebenarnya punya jam terbang yang panjang di bidang kebijakan moneter. Dengan begitu, secara kapasitas sebenarnya tidak diragukan lagi.
"Komunikasi dengan pejabat lain di BI pun tidak butuh penyesuaian lama sehingga setelah terpilih bisa langsung bekerja karena dia berasal dari internal BI," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (26/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Akan tetapi, Perry juga dinilai memiliki kekurangan, yaitu kurang membawa gebrakan baru dan dipersepsikan terlalu hati-hati dalam mengambil kebijakan. Dengan begitu, dikhawatirkan kebijakan BI ke depannya masih status quo atau tidak ada inovasi yang signifikan.
"Sementara tahun 2018 era bunga murah sudah berakhir. Berbagai bank sentral mulai dari The Fed hingga European Central Bank berniat melakukan pengetatan moneter. Imbasnya suku bunga acuan 7 days repo kemungkinan akan dinaikkan dan ruang bagi BI untuk turunkan bunga bisa dikatakan sempit sekali. Nah pertanyaanya apa terobosan gubernur BI selain bermain kebijakan suku bunga acuan?" jelas dia.
Selain itu, karena bukan berasal dari industri keuangan, lanjut Bhima, maka komunikasi juga menjadi tantangan besar pria kelahiran Sukoharjo ini. Pasar harus diarahkan dengan komunikasi yang jelas dan tepat sehingga kebijakan BI tidak memerlukan transmisi yang lama.
Kemudian di tengah perubahan teknologi jasa keuangan terutama fenomena munculnya financial technology (fintech), kata dia, BI juga mempunyai tugas agar ekosistem fintech semakin produktif, inovatif, dan aman.
"Untuk itu kita butuh Gubernur BI rasa milenial yang lincah di tengah revolusi digital, jangan sampai alergi terhadap inovasi. Sepanjang 2016-2017 kemarin BI terlihat lebih banyak melakukan suspend beberapa produk fintech dan dianggap belum memberi insentif yg dibutuhkan pelaku usaha fintech," kata dia.
Hal lain yang juga dianggap penting, yaitu soal integritas. Menurut Bhima, jangan sampai calon tunggal yang dipilih Presiden Jokowi ini memiliki muatan politisnya sehingga berpotensi ganggu independensi BI.
"Pertanyaan ini yang harus ditanyakan oleh DPR saat fit and proper test nanti, meskipun DPR hampir dikatakan tidak punya pilihan apa pun," tandas dia.
Sosok Perry
Pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 25 Februari 1959 ini diangkat menjadi Deputi Gubernur BI pada 15 April 2013 melalui Keputusan Presiden 28/P Tahun 2013.
Jebolan sarjana ekonomi Universitas Gadjah Mada 1982 itu meraih gelar master dan PhD di bidang moneter dan keuangan internasional dari Iowa State University, Amerika Serikat, masing-masing pada 1989 dan 1991.
Perjalanan karier Perry Warjiyo di BI terbilang cukup panjang sejak 1984. Sebelum ditetapkan sebagai Deputi Gubernur, ia menjabat sebagai Asisten Gubernur untuk perumusan kebijakan moneter, makroprudensial, dan internasional di Bank Indonesia.
Jabatan tersebut diemban setelah menjadi Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter di BI.
Sebelum kembali ke BI pada 2009, Perry pernah berkarier dan menduduki posisi penting selama dua tahun sebagai Direktur Eksekutif di International Monetary Fund (IMF), mewakili 13 negara anggota yang tergabung dalam South-East Asia Voting Group.
Perry Warjiyo sangat berpengalaman khususnya di area riset ekonomi dan kebijakan moneter, isu-isu internasional, transformasi organisasi dan strategi kebijakan moneter, pendidikan dan riset kebanksentralan, pengelolaan devisa dan utang luar negeri, serta kepala Biro Gubernur di Bank Indonesia.
Advertisement