Liputan6.com, Jakarta Sampai saat ini, Indonesia memiliki kurang lebih 2.000 dokter saraf. Namun, penyebarannya belum merata. Fakta ini diungkapkan oleh Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, dr. Mursyid Bustami, Sps (K), KIC, MARS.
"Sayangnya tidak merata. Di Jakarta, mungkin ada lebih dari 250 orang. Yang lainnya tersebar, di seluruh Indonesia," kata Mursyid dalam konferensi pers 'Strike Back at Stroke', ditulis Senin (26/2/2018).
Advertisement
"Kalau lihat di Irian Jaya (dokter saraf) ada beberapa. Saya kira, tidak lebih dari 5 orang," sambung Mursyid.
Menurutnya, 2 kota besar seperti Jakarta dan Surabaya memiliki dokter spesialis saraf dengan jumlah yang paling besar.
Hal serupa terjadi dengan penyebaran dokter bedah saraf. Karena itulah, menurut Mursyid, ini perlu dipikirkan bersama oleh negara.
"Walaupun pemerintah sekarang sudah mewajibkan dokter spesialis itu wajib kerja (di daerah)," kata Mursyid.
Simak juga video menarik berikut :
Terkena Batang Otak, Stroke Jadi Lebih Rentan
Minimnya jumlah dokter saraf, dikhawatirkan tak mampu menolong dengan cepat para penderita stroke. Penyakit ini sangat berbahaya apabila sudah mengenai batang otak bagian bawah. Hal ini gantian disampaikan oleh Ketua Yayasan Indonesia Stroke Society, dr. Adin Nulkhasanah, Sps, MARS.
"Batang otak itu kan ada tiga, makin ke bawah, itu kesempatan hidupnya sedikit," kata Adin ditemui di sela acara 'Strike Back at Stroke', ditulis senin (25/2/2018).
Meski dalam penelitian menunjukkan hal itu, namun menurutnya masih ada orang yang mampu bertahan melawan penyakit tersebut.
"Walaupun kecacatannya jadi lebih berat," tambah Adin.
Advertisement
Aneurisme berbeda dengan stroke
Menurut Adin, penyakit otak seperti aneurisme berbeda dengan stroke. Menurutnya, aneurisme merupakan kelainan pembuluh darah yang disebabkan oleh hipertensi yang cukup lama.
"Jadi seperti sungai, di kelokan sungai banyak menumpuk sampah, itu membuat menggelembung, jadi tipis, dan mudah pecah. Ini pecah. Aneurisme cenderung pecah karena dia melebar," kata Adin.