Liputan6.com, Sumedang - Dalam sepekan terakhir, tanah bergerak atau merayap menimbulkan kecemasan bagi warga Dusun Cimanintin, Blok Babakan Sawah, Desa Cimanintin, di Kecamatan Jatinunggal, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Pusat Pengendalian Operasional Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Pusdalops BPBD) Jawa Barat mencatat tanah bergerak atau retakan tanah terjadi usai di wilayah tersebut turun hujan deras selama dua hari berturut-turut.
Staf Pusdalops BPBD Jawa Barat, Eko, mengatakan untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan dari tanah bergerak itu, sebanyak 200 warga dari 63 kepala keluarga diungsikan. Pasalnya, bangunan rumah mereka retak-retak terdampak tanah bergerak.
Baca Juga
Advertisement
Eko menjelaskan ancaman terbesar dari tanah bergerak merayap adalah terjadinya longsor. Karena itu, ratusan warga diungsikan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"BPBD Kabupaten Sumedang berkoordinasi dengan aparat setempat dan unsur masyarakat menghasilkan kesimpulan agar masyarakat yang rumahnya terdampak segera dievakuasi ke tempat yang lebih aman," ucap Eko, Senin (26/2/2018).
Seluruh warga yang mengungsi akibat tanah bergerak itu ditempatkan di empat lokasi. Keempat lokasi itu adalah GOR Desa Cimanintin, tenda pengungsi berlokasi di lapangan voli Desa Cimanintin, Balai Desa Cimanintin, dan Pasar Desa Cimanintin.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
PVMBG Siap Kirim Tim
Adanya tanah bergerak di Kabupaten Sumedang pun mengundang perhatian Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG). Instasi yang di bawah naungan Badan Geologi Kementerian ESDM itu berencana mengirimkan tim untuk memantau secara langsung.
Namun, tim tersebut harus menunggu rampungnya pemantauan tanah longsor di wilayah Brebes (Jawa Tengah), Ponorogo (Jawa Timur), dan Kuningan (Jawa Barat). "Tinggal tersisa satu tim (di Bandung) belum tahu dikirim ke mana," ujar Kepala Sub Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Badan Geologi, Sumaryono.
Sumaryono menjelaskan, tindakan BPBD setempat untuk kejadian gerakan tanah di Sumedang, Jawa Barat, sudah tepat. Langkah itu diambil sebagai antisipasi untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Apalagi, berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan baru sangat tinggi dalam tiga hari terakhir.
Dengan curah hujan tinggi, warga yang tinggal di dekat ataupun di bawah lereng serta sisi sungai diharapkan menjauhinya pada saat hujan atau setelah hujan. Apalagi, kawasan Cimanintin dikenal rawan longsor yang pernah terjadi di tahun 2009 dan 2014. Ketika itu terjadi longsoran tebing dan mengenai rumah, tapi tidak ada korban jiwa.
"Zonanya kuning sama merah (Sumedang). Tapi, kalau curah hujan yang tinggi seperti sekarang, longsor juga bisa terjadi di zona kuning juga," ujar Sumaryono.
Advertisement
Mengenali Tanda Tanah Bergerak
Sebenarnya, warga dapat mengetahui tanda-tanda tanah bergerak secara dini. Misalnya, muncul retakan, retakan berbentuk tapal kuda, lereng menjadi menggembung, pohon atau tiang listrik miring, dan muncul rembesan-rembesan air baru pada lekukan lereng.
Sedangkan tanda awal potensi banjir bandang, biasanya karena ada pembendungan aliran sungai di hulu.
"Kalau tiba-tiba aliran sungai berhenti atau debit berkurang di musim hujan atau air sungai jadi keruh, sebaiknya masyarakat yang tinggal di bantaran sungai menjauh dulu," Sumaryono menjelaskan.
Imbauan itu, lanjut dia, dilayangkan oleh PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM mengingat longsor Ponorogo dan Brebes juga terjadi setelah hujan reda atau tidak hujan.