Makin Tak Punya Uang, Korut Putuskan Jual Listrik Ke China

Korut dilaporkan menjual listriknya ke China demi bisa mendapat uang agar roda perekonomiannya tetap bisa berjalan.

oleh Vina A Muliana diperbarui 28 Feb 2018, 21:05 WIB
Suasana saat pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memberi penghargaan kepada para ilmuwan di bidang pertahanan nasional Korea Utara di Pyongyang (12/12). Sebelumnya, rudal balistik Hwasong-15 diluncurkan Korut pada 29 November 2017. (AFP Photo/KCNA VIA KNS)

Liputan6.com, Jakarta - Sanksi internasional yang terus menghimpit Korea Utara (Korut) membuat negara ini tak punya banyak cara untuk mendapat sumber pendapatan baru. Alhasil, langkah mengejutkan pun dilakukan. Negara pimpinan Kim Jong-un ini dilaporkan menjual listriknya ke China demi bisa mendapat uang agar roda perekonomiannya tetap bisa berjalan.

Hal ini dilakukan Pyongyang meski negara tersebut juga sedang mengalami kekurangan energi. Kesepakatan jual beli energi antara Korut dan China sudah dimulai sejak 9 Februari lalu.

China dilaporkan membayar US$ 60 hingga US$ 100 ribu per bulan untuk listrik tersebut. Media Korea Selatan Daily NK mengungkap, listrik dihasilkan dari bendungan hidroelektrik yang terletak dekat dengan perbatasan dua negara.

"The Supong Hydroelectric Generator yang terletak di daerah Sakju akan menghasilkan energi yang bisa dimanfaatkan Pabrik China untuk memproduksi material pemeriksaan kebakaran. Pihak Korut menerima pembayaran dalam bentuk tunai," kata salah seorang sumber Korea Utara dilansir dari Business Insider, Selasa (28/2/2018).

Sumber yang sama juga mengungkap bahwa proyek ekspor itu diberi nama "Pendanaan 8 Januari". Nama itu diambil dari tanggal ulang tahun Kim Jong-un yang jatuh di tanggal yang sama.

Dalam hal penyaluran energi, Pemerintah Korut ternyata memprioritaskan bangunan-bangunan persembahan seperti patung dan kantor pemerintahan untuk mendapat aliran listrik terlebih dahulu. Setelahnya prioritas bergeser ke pabrik munisi hingga terakhir yang mendapat listrik adalah rumah penduduk.

Laporan Bank Dunia mengestimasi, hanya satu dari tiga orang di Korut yang memiliki akses listrik. Hal ini diperkuat dengan gambar satelit di malam hari yang menunjukkan Korea Utara sangatlah gelap dibanding negara lain di sekitarnya.

Sebagai perbandingan, 1 tahun konsumsi listrik yang digunakan oleh Korea Utara setara dengan listrik yang digunakan selama kurang dari 4 bulan oleh Korea Selatan. Satu per lima dari penggunaan listrik diperuntukkan bagi militer.


Pendapatan Ilegal dari Mozambik

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un sedang mengunjungi resor ski Masik Peak, di Kota Wonsan, Provinsi Kangwon, Korea Utara. (KCNA)

Sanksi yang terus menghimpit Korea Utara (Korut) membuat negara pimpinan Kim Jong-un ini terus mencari cara agar bisa perekonomiannya terus bisa berjalan.

Laporan investigatif terbaru yang dirilis oleh CNN, Jumat (9/2/2018) mengungkap fakta yang mengejutkan. Negara sosialis ini masih bisa meraup pendapatan ilegal dalam jumlah masif lewat industri perikanan di Mozambik.

Kapal pengangkut ikan milik Korea Utara berlabuh di pelabuhan ikan di wilayah Maputo, Mozambik. Diberi nama Susan 1 dan Susan 2, dua kapal milik Korut ini letaknya cukup tersembunyi diantara kapal pengangkut ikan milik nelayan Mozambik lainnya.

Meski kapal ikan milik Korea Utara ini sudah berkarat dan cukup tua, uang yang dihasilkan lewat industri ilegal ini tidaklah sedikit. Analis mengungkap, rezim Kim Jong-un bisa mengantongi pendapatan senilai US$ 6 juta lewat bisnis tersembunyi ini.

Meski demikian, industri perikanan ternyata bukanlah satu-satunya sumber pendapatan ilegal Korut di Mozambik. Investigasi yang dilakukan CNN selama berbulan-bulan menemukan, dua negara ini juga memiliki kerja sama ilegal dalam bentuk pelatihan militer dan jaringan perusahaan internasional.

Uang yang didapat dari Mozambik ini masuk ke Korut lewat diplomat yang berada di negara tersebut. Analis mengatakan, uang itu disalurkan ke rekening rahasia milik Kim Jong-un yang disebut Office 39.

Sebelumnya, PBB juga mengungkap bahwa negara ini berhasil mendulang keuntungan bersih sebesar US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,5 triliun dari hasil ekspor batu bara, timah, besi dan komoditas lainnya yang dilarang.

Tak hanya itu, panel ahli PBB menemukan bukti bahwa keuntungan itu terjadi berkat kerja sama militer oleh Korea Utara untuk membantu program senjata kimia Suriah. Uang itu juga didapat dari usaha Korea Utara menyediakan Myanmar misil balistik.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya