Liputan6.com, Jakarta Alergi masing-masing orang berbeda-beda, dan beberapa memiliki alergi yang sangat langka. Seperti yang dimiliki oleh seorang balita berusia 18 bulan dari Minnesota, AS, ini.
Bagi Ivy Angerman, nama balita ini, berkontak dengan air bisa berbahaya. Dia akan mengalami biduran yang gatal dan ruam setiap kali menyentuh air.
Advertisement
Menurut stasiun berita lokal Fox 9, mengutip Live Science, Rabu (28/2/2018), Ivy baru-baru ini didiagnosis memiliki aquagenic urticaria, atau alergi air. Dokternya juga mengatakan, Ivy bisa jadi adalah orang termuda yang didiagnosis kondisi ini, yang kebanyakan muncul di usia pubertas.
Orangtua Ivy sempat mendokumentasikan apa yang dialami anaknya saat mandi. Ivy hanya bisa terpapar air selama 15 detik, sebelum simtomnya muncul.
"Apakah dia akan bisa masuk ke tempat penitipan anak? Apakah dia bisa bersekolah di sekolah umum? Apakah dia bisa pergi ke laut? Aku tidak tahu," ujar ibu Ivy, Brittany Angerman kepada Fox 9.
Saking langkanya alergi aquagenic urticaria ini, tak sampai 100 kasus yang pernah dilaporkan dalam literatur medis, menurut sebuah makalah pada tahun 2011.
Menurut National Institutes of Health's Genetic and Rare Disease Information Center (GARD) mereka dengan kondisi ini akan segera mengalami biduran dn ruam setelah berkontak dengan air, tanpa peduli suhunya.
Ruam paling sering muncul di area leher, bahu, dan lengan atas. Walau sebenarnya juga bisa muncul di seluruh bagian lain pada tubuh. Reaksi alergi ini biasanya akan menghilang setelah 30 sampai 60 menit setelah paparan, jelas GARD.
Saksikan juga video menarik berikut:
Penyebabnya masih misteri
Saking langkanya kondisi ini, para peneliti belum lagi menemukan penyebabnya. Walau begitu, mereka telah memiliki beberapa teori.
Satu kemungkinan adalah, biduran dan ruam itu sendiri sebenarnya bukan disebabkan oleh air, tapi oleh kandungan lain yang ada di dalam air (misalnya klorin) yang masuk ke kulit dan memicu reaksi alergi.
Teori lainnya, zat kimia yang ada di kulit orang-orang dengan kondisi ini akan memproduksi material "racun" ketika berkontak dengan air, memicu munculnya ruam, jelas GARD lagi.
Sayangnya, belum ada penyembuhan untuk alergi ini. Dokter juga masih memiliki data yang terbatas, tentang perawatan seperti apa yang paling baik untuk mengatasi simtomnya.
Beberapa perawatan yang pernah dilakukan adalah, penggunaan antihistamin, paparan cahaya ultraviolet B (yang disebut fototerapi), dan krim yang akan berfungsi sebagai perantara antara air dan kulit.
Sedangkan dalam kasus Ivy sendiri, orangtuanya mengatakan kondisi putri mereka membaik setelah menggunakan antihistamin.
Dokter juga menyaankan agar Ivy mandi menggunakan air yang sudah dimurnikan (purified water), dan tinggal di rumah dengan AC sentral, sehingga dia tidak kepanasan dan berkeringat. Ini karena, air dalam keringat juga bisa memicu reaksi alergi bocah ini.
Advertisement