Liputan6.com, Damaskus - Pertempuran serta bombardir artileri dan udara dilaporkan masih terjadi di Ghouta Timur, Suriah, meski PBB hingga Rusia sekalipun telah menetapkan status gencatan senjata di kawasan tersebut.
Pada saat yang sama, bantuan kemanusiaan dan evakuasi medis bagi yang membutuhkan -- di mana sekitar ribuan orang menjadi korban dan ratusan di antaranya meninggal -- dikabarkan belum optimal menjangkau seluruhnya hingga hari ini. Demikian seperti dikutip dari BBC (28/2/2018).
Aktivis pemantau hak asasi manusia mengatakan bahwa pasukan rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad (yang didukung Rusia) masih melakukan serangan udara dan artileri di Ghouta Timur.
Baca Juga
Advertisement
Serangan udara itu dilakukan oleh pesawat dan helikopter pemerintah serta bombardir artileri di Kota Jisrin, Ghouta, menewaskan dua orang. Seorang anak juga dikabarkan tewas di Misraba, Ghouta akibat serangan udara pasukan pemerintah. Kata laporan aktivis pemantau HAM di Suriah
Di sisi lain, pihak Suriah mengatakan bahwa pasukan pemberontak/oposisi rezim Suriah telah menembaki sebuah koridor bantuan kemanusiaan dan menghalangi warga sipil pergi dari kawasan tersebut.
Kelompok pemberontak/oposisi yang dilabel 'teroris' menembaki dan membombardir zona demiliterisasi di Al Wafideen yang dikuasai oleh pemerintah, serta memanfaatkan warga sipil sebagai tameng hidup. Kata laporan media pemerintah Suriah Sana News Agency dan media Rusia.
Namun, baik pihak Suriah dan pemberontak berkelit menyatakan kebertanggungjawaban secara langsung atas rangkaian serangan terbaru di Ghouta Timur itu.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Menghambat Bantuan Kemanusiaan
Menurut pantauan PBB dan organisasi lain, pertempuran terjadi setelah Rusia memandatkan kebijakan gencatan senjata 5 jam per hari di daerah Ghouta Timur.
Pertempuran itu juga terjadi di tengah kebijakan gencatan senjata selama 30 hari di seluruh kawasan Suriah, seperti yang dimandatkan Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Situasi itu, kata PBB, mengakibatkan tim bantuan humaniter untuk masuk ke Ghouta, begitu pun tim medis di dalam kawasan yang hendak melakukan evakuasi korban luka ke luar area tersebut.
Berbagai pihak mengeluhkan sejumlah kondisi yang menjadi penghambat datangnya bantuan kemanusiaan ke wilayah dan kelompok warga yang terdampak.
Prancis dan Komite Palang Merah Internasional misalnya, mengeluhkan soal kebijakan gencatan senjata 5 jam per hari yang dimandatkan Rusia, menilai bahwa rentang waktu itu terlalu sempit untuk mendistribusikan bantuan.
Di sisi lain, Rusia berdalih bahwa distribusi bantuan sesungguhnya terganggu oleh aktivitas pasukan pemberontak/oposisi di kawasan.
Sementara itu, organisasi kemanusiaan lain mengeluhkan mengenai pasokan bantuan yang tak mencukupi bagi seluruh warga terdampak.
Advertisement