Kucing Sphynx Dulu Dibenci Kini Digandrungi

Kucing Sphynk pernah ditolak keberadaannya, akan tetapi saat ini justru digemari.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 28 Feb 2018, 18:36 WIB
Kucing Sphynx banyak diminati dan harganya bisa mencapai belasan juta rupiah per ekor

Liputan6.com, Yogyakarta - Kucing sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari manusia. Di jalan, warung, gang-gang permukiman kerap ditemui kucing kampung sedang melintas. Di rumah gedongan kadang ada kucing ras yang harganya mengalahkan sepeda motor baru.

Sphynx salah satu jenis kucing yang tergolong barang mewah. Harganya bisa mencapai Rp 15 juta per ekor. Di Yogyakarta, baru ada satu breeder atau peternak Sphynx.

BIG d Cat House milik Bani Rafdinal berlokasi di Lempuyangan Yogyakarta. Saat ini ada empat Sphynx di tempat itu. Terdiri dari dua jantan bernama Markus dan Bolang serta dua betina Sephia dan Elora.

"Sphynx ini justru untuk perawatan atau groomingnya lebih mudah, karena tidak berburu maka tidak perlu dikeringkan dengan pengering rambut," ujar Big D, panggilan akrab Rafdinal kepada Liputan6.com, Rabu (28/2/2018).

Kucing ini mulai tenar di Indonesia ketika Raditya Dika memiliki kucing serupa yang diberi nama Ping. Pecinta kucing pun mulai berlomba-lomba memelihara kucing minim bulu ini.

 


Hasil Rekayasa Genetik

Kucing Sphynx banyak diminati dan harganya bisa mencapai belasan juta rupiah per ekor

Sekilas melihat Sphynx, kucing ini identik peliharaan Firaun. Namun, jangan salah ternyata kucing ini justru dikembangbiakkan pertama kali di Kanada. Kucing ini juga dikenal dengan sebutan Canadian Hairless.

Informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyebutkan kucing ini merupakan hasil rekayasa genetik. Sepintas memang tampak tidak berbulu, namun Sphynx memiliki bulu sangat pendek hasil dari mutasi genetik.

Beberapa ratus tahun terakhir, kucing-kucing berbulu pendek lahir dari kucing domestik. Kelahirannya merupakan mutasi alamiah dan bisa ditemukan di beberapa negara seperti Kanada, Perancis, Maroko, Meksiko, Rusia, Australia, dan Amerika.

Kucing-kucing itu tidak pernah dikembangbiakkan menjadi satu ras khusus. Akhirnya sebagian besar mati karena minim perawatan atau masalah perkembangbiakkan.

Nama Canadian Hairless muncul ketika Cat Fanciers Association (CFA) memberikan status kucing itu pada 1970. Sepuluh tahun sebelumnya, sepasang kucing lokal melahirkan anak-anak tanpa bulu dan program pengembangbiakkannya pun dimulai.

Satu tahun setelah menyematkan nama ras untuk kucing itu, CFA justru menarik kembali. Alasannya, ada masalah kesehatan dan perkembangbiakan ras tersebut. Ketika itu gen yang berhubungan dengan ketiadaan bulu dianggap mematikan.

Pada 1975, Georgiana Gattenby, seorang breeder dari Minnesota mencoba mengembangkan ras kucing tanpa bulu dari induk lain bernama Pearson yang juga menghasilkan anak tanpa bulu. Ia mengawinkan kucing-kucing tersebut dengan ras Devon Rex untuk memperkuat sifat-sifat genetiknya. Hasilnya, keturunan kucing kuat dan sehat. Keturunan ini diberi nama Sphynx, terinsipirasi dari Sphinx di Mesir.

CFA mulai menerima registrasi ras Sphynx pada 1998 dan dalam waktu dua tahun setelah itu terdaftar 120 ekor ras Sphynx di sana.


Konsep Kecantikan yang Berbeda

Kucing Sphynx banyak diminati dan harganya bisa mencapai belasan juta rupiah per ekor

Sphynx punya konsep kecantikan yang berkebalikan dengan mitos kecantikan perempuan masa kini. Kucing berukuran tubuh sedang cenderung ramping ini justru semakin memesona dengan perut bulat menyerupai botol. Tidak hanya itu, semakin berkeriput kucing ini juga dianggap kian cantik.

Kucing ini juga cenderung lebih lincah dibandingkan ras lainnya.

"Kalau dipanggil langsung mendekat, tidak malas-malasan," ujar Big D.

Sphynx dimandikan setiap dua hari sekali. Tubuhnya yang minim bulu membuat kulitnya cepat berminyak dan seolah penuh daki.

Big D memandikan empat kucing Sphynx dengan cara dibersihkan menggunakan cairan penghilang minyak untuk cuci piring. Setelah itu, ia mengeramasi keempat peliharaannya dengan sampo bayi.

 


Berawal dari Hobi

Kucing Sphynx banyak diminati dan harganya bisa mencapai belasan juta rupiah per ekor

BIG d Cat House sudah berdiri sejak 2007. Semula hanya tempat penitipan kucing dan grooming. Kemudian berkembang menjadi breeding Persia dan Exotic.

Ia meninggalkan dua ras kucing itu pada 2014 dan beralih ke Sphynx.

"Bisnis ini berawal dari, dulu ingin memelihara Sphynx jadi kenapa tidak sekalian saja breeding," ucapnya.

Ia juga menerapkan prinsip yang sama seperti asosiasi, yakni kucing peliharaannya hanya bisa melahirkan dua kali dalam setahun. Tujuannya, supaya kucing memiliki waktu cukup untuk pemulihan karena proses reproduksinya menghabiskan 67 hari.

Koleksi Sphynx di BIG d Cat House pernah mencapai delapan ekor. Separuh sudah diadopsi oleh pecinta kucing di Jakarta, Kalimantan, dan Sumatera.

"Selama saya breeding Sphynx baru satu orang asal Yogyakarta yang mengadopsi, lainnya justru dari luar daerah dan pulau," kata Big D.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya