Bareskrim Telusuri Pemesan dan Aliran Dana Muslim Cyber Army

Polisi mengungkap jaringan penyebar hoax Muslim Cyber Army. Enam pentolannya dibekuk.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 01 Mar 2018, 07:14 WIB
Anggota The Family Muslim Cyber Army diperlihatkan di Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). Enam tersangka ditangkap karena menyebarkan berita bohong dan mencemarkan nama baik presiden, dan pemerintah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri melihat ada kemiripan cara kerja kelompok Muslim Cyber Army (MCA) dengan Saracen dalam menyebarkan hoax dan ujaran kebencian. Saat ini polisi tengah menelusuri aliran dana operasional MCA.

"Kami sedang dalami siapa yang menyuruh dan dari mana mendapatkan modal sehingga bisa melakukan kegiatan seperti ini," ujar Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran di kantornya, Jakarta, Rabu 28 Februari 2018.

Polisi juga mendalami kemungkinan kelompok tersebut memiliki keterkaitan dengan ormas atau parpol tertentu. "Sedang kami dalami. Kasih kami waktu, kalau ada perkembangan soal support ke mereka, kami rilis nanti," kata dia.

Bukan hanya itu, polisi juga akan menggali lebih dalam terkait motif di balik MCA. Selama ini polisi baru mendalami unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam UU ITE.

"Terkait motif dan lain-lain itu berikutnya masih kami dalami. Digital forensik sedang berjalan," ucap Fadil.

 


Tangkap Enam Pentolan

Anggota The Family Muslim Cyber Army diperlihatkan di Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). Enam tersangka, satu di antaranya wanita ditangkap karena menyebarkan berita bohong yang meliputi kebangkitan PKI. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menangkap enam pentolan MCA secara serentak di empat kota berbeda pada Senin 26 Februari 2018. Mereka yakni M Luth (40), Riski Surya Darma (35), Ramdani Saputra (39), Yuspiadin (25), Ronny Sutrisno (40), dan Tara Arsih Wijayani (40).

Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal Pasal 45A ayat 2 Jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya