Liputan6.com, Jakarta Tingkat pernikahan dini di Indonesia masih terbilang tinggi. Hal ini bisa dianggap melanggar hak mereka sebagai anak-anak.
"Ketika kita masih anak-anak, ketika masih usia belajar dan dinikahkan, artinya ini melanggar hak mereka sebagai anak," kata Sutriyatmi dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dalam Konferensi Pers Women's March Jakarta, Kamis (1/3) di Jakarta.
Advertisement
Menurutnya, dengan pernikahan dini, anak telah dilanggar hak pendidikannya. Ini juga berpengaruh pada kesehatan reproduksi anak.
"Pada usia remaja, usia 16 tahun, secara psikologi mereka masih berkembang, secara kesehatan reproduksi juga masih dalam proses perkembangan. Dia sesungguhnya belum siap untuk melakukan hubungan seksual, apalagi untuk hamil dan melahirkan," ungkap Sutriyatmi.
Menurutnya, inilah yang menyebabkan banyaknya angka kematian ibu saat melahirkan.
"Inilah mengapa angkat kematian ibu saat melahirkan dan (kematian) bayi tidak turun-turun di Indonesia," tambahnya.
Sutriyatmi menambahkan angka tersebut cenderung tetap, bahkan di beberapa tempat naik.
Saksikan juga video menarik berikut:
Pola Pikir dan Kemiskinan
KPI sendiri telah melakukan beberapa penelitian tentang pernikahan dini di beberapa tempat. Tempat tersebut adalah Mamuju, Indramayu, Cirebon, Sukabumi, Bogor, Bandung, dan akan memulai penelitian di Jakarta pada 2018.
Dalam penelitian tersebut, KPI menemukan, angka pernikahan dini di pedesaan memang lebih tinggi daripada di kota besar.
"Tapi bukan berarti di perkotaan tidak ada," katanya.
Dalam studi awal mereka di Jakarta Utara, KPI menemukan masih tingginya tingkat pernikahan dini. Salah satu penyebabnya adalah kemiskinan dan latar belakang budaya.
"Masih banyak orang di kota seperti Jakarta yang punya pola pikir anak perempuan itu aset, kalau menikah akan membawa berkah, apalagi kalau bicara perkawinan akan menyelesaikan kemiskinan," tambah Sutriyatmi.
Advertisement