Liputan6.com, Jakarta - Nilai mata uang rupiah terus terperosok hingga mendekati Rp 18.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan mata uang Garuda ini berpotensi mengerek inflasi lebih tinggi pada periode Maret 2018.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, ada dampak langsung yang akan ditimbulkan dari pelemahan kurs rupiah ke bahan makanan.
Anjloknya nilai mata uang rupiah akan menaikkan sejumlah bahan pangan yang masih bergantung pada impor, seperti kedelai, jagung, dan gandum.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau ke inflasi (dampak), yang langsung ke bahan makanan itu yang berkaitan dengan kurs. Contohnya barang-barang impor, seperti kedelai, jagung, dan gandum yang mayoritas masih diimpor. Cuma kita konsumsinya kan produk lebih lanjut dari itu," terang dia di kantornya, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
Lebih jauh, dijelaskan Yunita, jagung impor misalnya digunakan pengusaha untuk pakan ternak. Dampak rentetan dari pelemahan kurs rupiah, tentu saja menaikkan harga bahan pangan yang ada komponen bahan baku impor.
"Kalau pakan ternak naik, khawatirnya harga ayam, daging ayam, telur ayam ikut naik. Kalau harga gandum naik, dampaknya ke kenaikan harga mi, roti. Sedangkan kedelai naik, imbasnya ke harga tahu dan tempe," terangnya.
Namun demikian, Yunita belum bisa memprediksi dampak inflasi Maret 2018 atas pelemahan kurs rupiah. Untuk diketahui, realisasi inflasi di Januari 2018 tercatat sebesar 0,62 persen. Selanjutnya 0,17 persen di Februari 2018.
"Tidak tahu, lihat dulu seberapa besar nilai impornya. Kalau tidak terlalu signifikan impornya dan bisa disuplai dari domestik, itu bisa membantu. Misalnya tahu tempe bisa nih pakai kedelai lokal, maka itu bisa membantu inflasi tidak terlalu tinggi," papar dia.
Capai 13.817 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak melemah pada perdagangan Kamis ini. Penguatan dolar AS memang terjadi terhadap hampir seluruh mata uang di dunia.
Mengutip Bloomberg, Kamis (1/3/2018), rupiah dibuka di angka 13.662 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.751 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.760 per dolar AS hingga 13.817 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,67 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.793 per dolar AS. Patokan pada hari ini juga melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.707 per dolar AS.
Advertisement
Pidato Powell
Nilai tukar dolar AS memang menguat terhadap seluruh mata uang dunia. Penguatan dolar AS lebih tinggi akibat euro melemah karena kekhawatiran akan angka inflasi.
Dolar AS menguat setelah komentar dari Gubernur Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell yang cukup optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi di AS.
Berbeda sekali dengan AS, data inflasi yang melemah di zona euro memberi tanda-tanda bahwa Bank Sentral Eropa akan kembali memberikan stimulus sehingga membanting euro ke posisi terendah lima minggu terhadap dolar AS dan enam bulan terhadap yen Jepang.
The dollar index naik ke level tertinggi lima minggu di 90,746, karena optimisme Powell terhadap ekonomi AS menyarankan bahwa Fed akan menaikkan suku bunga empat kali pada tahun ini, di atas perkiraan pasar.
"Pelaku pasar sebenarnya memperkirakan bahwa Bank Sentral Eropa akan menaikkan suku bunga di tahun ini, tetapi pada kenyataannya justru belum jelas," tutur Makoto Noji, senior analis Nikko SMBC.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: