KPAI Akan Temui Dua Siswa SMAN 1 Semarang yang Dikeluarkan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan menemui dua siswa SMAN 1 Semarang yang dikeluarkan dari sekolah.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 01 Mar 2018, 17:30 WIB
Anindya Puspita Helga Nur Fadhila, siswa dan atlet voli SMA N 1 Semarang yang dikeluarkan karena menjalankan tugas sebagai pengurus OSIS. (foto : liputan6.com / edhie)

Liputan6.com, Jakarta Pemecatan (dikeluarkan) terhadap dua siswa SMAN 1 Semarang menyorot perhatian publik. Keduanya diduga melakukan tindakan kekerasan fisik kepada junior mereka. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan atas peristiwa pemecatan dua siswa tersebut.

Keprihatinan terjadi karena siswa AN dan AF sudah duduk di kelas XII. Hanya tinggal dua bulan lagi mereka menempuh ujian akhir sekolah.

"Sebagai siswa kelas XII, seharusnya saat ini keduanya sedang menempuh ujian praktik dan bersiap mengikuti Ujian Sekolah, USBN, dan UNBK. Logikanya, seluruh data dapodiknya sudah tercatat di SMAN 1 Semarang," ujar Komisoner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti sesuai rilis yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (1/3/2018).

Pemecatan yang terjadi justru akan membuat mereka sulit pindah data ke sekolah lain. Juga KPAI akan menemui langsung AN dan AF untuk meminta penjelasan lebih lanjut soal kronologis kejadian.

"Kami akan minta penjelasan, dari proses tindakan terjadi sampai pemecatan siswa oleh pihak sekolah. Kami juga akan menanyakan, siswa SMAN 1 Semarang yang ikut diskorsing (tujuh orang)," tambah Retno.


Hak mendapat pendidikan

Anindya Puspita Helga Nur Fadhil mencoba tegar dan tak menunjukkan kegelisahannya terutama di hadapan orang tuanya. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Dugaan tindak kekerasan terjadi setelah beredar video rekaman acara Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK).  LDK itu terjadi pada November 2017. Di dalam video terlihat AN sedang menampar seorang juniornya, sementara AF ikut masuk dalam video itu.

"Sesungguhnya yang terjadi adalah adu argumentasi saat pembekalan LDK. Nah, junior itu yang meminta untuk ditampar. Ingat ya, ini pendisiplinan dan kami menawarkan sanksi apa, dia yang minta. Akhirnya, saya pura-pura menampar, padahal cuma saya puk-puk. Juga junior itu tidak merasa sakit," kata AN.

Menurut KPAI, meskipun seorang anak terbukti bersalah  atau melanggar aturan sekolah sekalipun. Hak mendapatkan pendidikan harus tetap dijamin negara. Apalagi siswa yang dikeluarkan sudah berada di kelas XII.

"Seharusnya kedua anak itu sibuk mempersiapkan diri mengikuti ujian akhir. Namun, saat ini justru sibuk memperjuangkan nasibnya," ucap Retno.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya