Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Asrun, mantan Kepala BPKAD Kendari Fatmawati Faqih, dan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah pada Rabu, 28 Februari 2018.
Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Kendari tahun 2017-2018.
Advertisement
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, kasus suap ini berhasil terungkap berkat informasi masyarakat dan ditindaklanjuti dengan penyelidikan. Dia menjelaskan kasus ini bermula pada Senin, 26 Februari 2018.
Tim KPK mengetahui bahwa telah terjadi penarikan uang Rp 1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh staf PT Sarana Bangun Nusantara. KPK kemudian mengidentifikasi bahwa penarikan uang tersebut untuk pihak yang berhubungan dengan Wali Kota Kendari.
"Penarikan ini dilakukan karena adanya permintaan dari ADR (Adriatma Dwi Putra) kepada pengusaha HAS (Hasmun Hamzah)," ujar Basaria di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018).
Setelah memastikan ada indikasi kuat transaksi itu telah terjadi, pada Selasa 27 Februari 2018, sekitar pukul 20.00 Wita, KPK mengamankan dua pegawai PT SBN yaitu H dan R di kediaman masing-masing.
KPK lalu menemukan buku rekening tabungan dan bukti penarikan uang Rp 1,5 miliar. Menurut Basaria, penarikan uang oleh H dan R itu atas perintah Hasmun. Selanjutnya tim membawa Hasmun Hamzah dari rumahnya sekitar pukul 20.40 Wita.
Satu hari setelahnya, Rabu 28 Februari 2018, penyidik langsung mengamankan Adriatma di rumah dinasnya. Setelah itu bergerak ke kediaman pribadinya. Masih dalam hari yang sama, KPK mengamankan Fatmawati.
Ketika itu mereka yang diamankan oleh KPK langsung di bawa ke Mapolda Sultra untuk menjalani pemeriksaan awal. Setelah diperiksa beberapa jam, akhirnya, KPK kembali mendatangkan pihak lainnya untuk dilakukan pemeriksaan.
Setelah dilakukan pemeriksaan intensif 1x24 jam dan gelar perkara, KPK meningkatkan status penyelidikan ke tahap penyidikan dan menetapkan Adriatma, Asrun, Fatmawati dan Hasmun sebagai tersangka.
KPK menduga suap sebesar Rp 2,8 miliar itu diminta oleh Adriatma kepada pihak swasta atau perusahaan rekanan di Pemerintah Kota Kendari. Diduga kuat, uang miliaran itu untuk memenuhi logistik kampanye ayah Adriatma, yakni Asrun.
Asrun diketahui maju dalam calon Gubernur Sultra yang diusung PDIP, PAN, Hanura, Gerindra dan PKS. Oleh sebab itu, Adriatma meminta uang untuk kepentingan kampanye ayahnya, atau "anak bantu ayah" di Pilkada Sultra.
"Peristiwa diduga terjadi pembiayaan untuk keluarga yang bersangkutan akan ikut pilkada," tutur Basaria.
Basaria menuturkan, Fatmawati merupakan orang kepercayaan Asrun, sejak menjadi Wali Kota Kendari. Asrun merupakan Wali Kota Kendari dua periode sejak 2007-2017 sebelum digantikan anaknya Adriatma.
Fatmawati, menurut Basaria, menjadi penghubung dengan Hasmun selaku pengusaha.
"Dia (Asrun) membutuhkan uang ini meminta salah satu dari HAS ini melalui FF ini. Jadi dia melalui FF ini, menghubungkan melalui PT SBN ini, memintakan dana kampanye," tandasnya.
Dalam suap ini terungkap pelaku menggunakan sandi atau kode 'koli kalender' yang diduga mengacu pada arti uang Rp 1 miliar.
Harta Wali Kota Kendari
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) melalui acch.kpk.go.id, Adriatma Dwi Putra memiliki harta kekayaan sebesar Rp3.543.572.739. Harta kekayaan tersebut berdasarkan LHKPN yang dia laporkan pada tahun 2016 lalu, saat dirinya masih mencalonkan diri sebagai Wali Kota Kendari.
Dalam laman tersebut, Adriatma memiliki harta bergerak yang terdiri dari, tanah dan bangunan di daerah Konawe, Kendari, dan Gowa. Jika diuangkan, harta tidak bergerak itu bernilai Rp 2.002.379.750.
Sementara, untuk harta bergerak, Adriatma tercatat memiliki dua unit mobil dengan merk Jeep Wrangler senilai Rp 433.628.500 dan merk Toyota Fortuner senilai Rp 267.750.000. Jika ditotal kedua unit mobil itu seharga Rp 701.378.500.
Selain itu, harta bergeak lainnya berupa logam mulia dari hasil sendiri atau pun warisan senilai Rp715.000.000. Adriatma juga tercatat memiliki perkebunan senilai Rp50.000.000.
Tak hanya harta bergerak dan tidak bergerak, anak dari mantan Wali Kota dua periode berturut-turut itu juga diketahui memiliki harta berupa giro dan kas senilai Rp 74.814.489. Adriatma diketahui tidak memiliki utang piutang.
Advertisement