Liputan6.com, Kabul - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan bahwa perempuan harus terlibat dalam proses damai dengan Taliban.
"Perempuan Afghanistan harus muncul untuk berbicara bagi diri mereka sendiri, untuk mengambil posisi hebat. Perempuan kami menduduki 10 posisi wakil menteri, lima duta besar, tiga menteri. Mereka semakin aktif. Mereka akan terlibat dalam setiap bagian proses perdamaian," ujar Ghani kepada CNN.
Namun, Taliban dikenal memperlakukan perempuan sebagai warga kelas dua. Keinginan Ghani untuk melibatkan perempuan, dinilai dapat menyulitkan dilakukannya dialog damai Afghanistan dengan kelompok militan itu.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari CNN, Jumat (2/3/2018), Ghani yang dikenal vokal dalam membela hak-hak perempuan di negara dengan ketimpangan gender tinggi itu, pada Rabu, 28 Februari menawarkan Taliban untuk melakukan dialog damai dengan pemerintahannya tanpa prasyarat apa pun.
Hal itu diutarakan Ghani dalam forum dialog damai rutin yang dilasanakan di Kabul, yakni Kabul Peace Process pada Rabu, 28 Februari 2018.
Dalam konferensi itu, Ghani juga menawarkan sejumlah skema perdamaian antara pemerintah Afghanistan dengan Taliban, meliputi gencatan senjata, pertukaran tahanan dari kedua belah pihak, dan mendorong Taliban untuk mengakui pemerintahan dan hukum yang berlaku di Afghanistan.
Ashraf Ghani: Tawaran Kami Bukan karena Keputusasaan
Belum diketahui dengan jelas apakah Washington akan mendukung pembicaraan antara Afghanistan dan Taliban.
Pada Januari 2018, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, Gedung Putih belum siap untuk berbincang dengan Taliban. Ia menyebut bahwa kelompok itu terus menggunakan kekerasan.
Pemerintah Afghanistan telah kehilangan kontrol di banyak wilayahnya karena Taliban. Namun, Ghani membantah bahwa tawaran tersebut mengisyaratkan keputusasaan atau bahwa pemerintahannya telah kehilangan kontrol.
"Untuk pertama kali sejak penarikan pasukan internasional, kami terus bergerak," ujar Ghani.
"Kami memiliki rencana empat tahun. Kami menawarkan ini bukan karena putus asa, tapi karena keberanian dan keyakinan bahwa kekerasan yang ditimbulkan pada rakyat kami, kekerasan yang mereka lakukan, merupakan indikasi kelemahan, bukan kekuatan," imbuh dia.
Selama bertahun-tahun Taliban melancarkan perlawanan terhadap Pemerintah Afghanistan, dengan tujuan untuk menguasai negara. Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok tesebut turut memerangi ISIS untuk mendapat kekuasaan teritori.
Advertisement