Kongkalikong Jahat Ayah-Anak Demi Amunisi Pilkada Berujung OTT KPK

Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra ditangkap KPK bersama dengan ayahnya, Asrun, pada Selasa 27 Februari malam lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Mar 2018, 11:25 WIB
Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (kanan) bersama cagub Sultra Asrun mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/3). KPK menetapkan bapak dan anak ini sebagai tersangka suap. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra ditangkap KPK bersama dengan ayahnya, Asrun, pada Selasa 27 Februari malam lalu. Asrun adalah mantan Wali Kota Kendari dua periode 2007-2017. Kini dia mencalonkan diri menjadi calon Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Pilkada 2018.

Keduanya sudah ditetapkan menjadi tersangka. Adriatma diduga meminta fee proyek pelaksanaan barang dan jasa kepada Dirut PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Jumlah yang ditemukan KPK Rp 2,8 miliar.

KPK menduga Adriatma meminta fee atas perintah ayahnya untuk bakal dipakai Asrun untuk kampanye. 

Guru Besar Sosiologi Universitas Ibnu Khaldun, Musni Umar, merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Selain melibatkan ayah dan anak, ini adalah yang kesekian kali calon kepala daerah diciduk KPK.

"Tentu sangat memprihatinkan. Nafsu berkuasa begitu tinggi. Uang dari proyek, dana APBD, komisi yang ada dipakai," kata Musni seperti dilansir dari Merdeka, Jakarta, Jumat (2/3/2018).

Musni mengatakan Adriatma dan Asrun telah mencampuradukkan kepentingan pribadinya. Tindakan Asrun sebagai orangtua pun tak patut ditiru.

"Sama saja menceburkan anak ke dalam lubang yang dalam, tidak mudah bangkit," ujar Musni.

Harusnya, lanjut dia, Adriatma lebih rasional ketika melangkah. Meski orangtua, jika perintahnya tidak benar jangan dituruti. Terlebih ini ujungnya bisa berurusan dengan penegak hukum seperti KPK.

"Jangan seperti kerbau dicucuk hidungnya. Kalau jalannya enggak benar jangan diikuti," ujar Musni.

 


Peran Besar Asrun

Cagub Sulawesi Tenggara (Sultra) Asrun usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/3). Wali Kota Kendari Adriatma diduga menerima suap guna kepentingan logistik Asrun dalam Pilkada 2018 sebagai cagub Sultra. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan mengatakan Asrun memiliki peran besar dalam kasus ini. "Jika ASR (Asrun) bukan ayah dari ADR (Adriatma), kecil kemungkinan dia masih bisa perintah-perintah untuk dapatkan sesuatu dari pengusaha-pengusaha sebelumnya yang menjadi rekanan," terang Basaria di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (1/3).

Basaria mengatakan PT SBN atau Hasmun Hamzah kerap mendapat proyek sejak Wali Kota Kendari masih dijabat Asrun. PT SBN juga merupakan kontraktor sejumlah proyek infrastruktur di Kota Kendari sejak 2012. Bahkan di tahun pada Januari 2018, PT SBN memenangkan tender proyek pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port senilai Rp 60 miliar.

"ASR (Asrun) sudah jadi Wali Kota Kendari 10 tahun sebelum mengikuti cagub dan pengusaha ini, HAS bukan tahun ini saja. Dia sudah ikuti dan kerjakan proyek-proyek pada saat ASR sebagai Wali Kota," kata Basaria.

KPK juga mendalami kemungkinan Asrun maupun Adriatma menerima uang dari pengusaha lain, selain Dirut PT SBN. "Masih dalam perkembangan dan tak bisa kita ungkap semuanya," ujar Basaria.

Baik Asrun, Adriatma, maupun Kepala BPKAD Kota Kendari, Fatmawati Fakih (FF) disangkakan melanggar Pasal 11 atau 12 huruf a atau huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya