Liputan6.com, Semarang - Hingga Kamis malam, 1 Maret 2018, sebagai batas akhir pendaftaran peserta Ujian Nasional, Kepala SMA Negeri 1 Semarang masih bersikukuh tak mengubah kebijakannya untuk mengeluarkan Anin dan Afif. Keputusan itu memunculkan sebuah petisi yang meminta dukungan masyarakat agar Anin dan Afif tetap bisa menyelesaikan belajarnya di sekolah yang sama.
Petisi digagas oleh Erry Pratama Putra, seorang pegiat perlindungan anak. Dalam penjelasannya, Erry menyebutkan bahwa petisi itu dibuat salah satu alasannya adalah setiap anak yang menjadi pelaku perundungan wajib ditangani pihak sekolah dan tetap mendapatkan haknya akses pendidikan serta pembinaan agar tidak mengulang perbuatan yang sama.
"Keputusan pihak sekolah untuk mengeluarkan siswa secara sepihak TIDAKLAH TEPAT karena penanganan permasalahan tersebut seharusnya dilakukan secara bertahap dan mendengarkan beberapa pihak dan anak demi kepentingan terbaik bagi anak," tulis Erry.
Baca Juga
Advertisement
Demikian juga sikap Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah untuk mengharuskan anak menerima keputusan pemindahan atau dikeluarkan. Hal itu justru menempatkan anak dalam posisi yang sulit.
Anak tetap menginginkan bersekolah di SMA Negeri 1 Semarang, sementara dinas mendukung kepala sekolah walau sambil memberi alternatif solusi dengan memindahkan mereka.
Setelah 11 jam, petisi ini sudah mendapatkan dukungan hingga 4000 tanda tangan dan terus bergerak naik setiap menitnya. Alasan para pendukung petisi rata-rata adalah karena ujian nasional sudah dekat dan Anin-Afif dianggap korban keputusan sepihak tanpa ada ruang membela diri dan menjelaskan yang terjadi.
Para penandatangan petisi ini menginginkan agar Anin dan Afif tetap bisa Ujian Nasional di SMA Negeri 1 Semarang.
Somasi
Sementara itu, Tasy Denny Septiviant seorang advokat dan aktivis HAM juga melayangkan somasi. Somasi itu dilakukan agar Kepala SMA Negeri 1 Semarang mencabut keputusannya dan mengembalikan hak Anin dan Afif untuk menyelesaikan belajarnya.
"Dalam Permendikbud No 82 Tahun 2015 tentang Penanganan Tindak Kekerasan di Satuan Lembaga Pendidikan jelas sekali diatur, bahwa sanksi yang bisa diterapkan adalah teguran dan peringatan. Tak ada satupun pasal yang menyebutkan sanksi dikeluarkan," kata Denny.
Jumat (2/3/2018), somasi itu akan diserahkan kepada kepala Sekolah. Denny juga mengaku sudah berkomunikasi dengan Kepala Dinas Pendidikan, Gatot Hasto Barnowo. Ia meminta agar kepala dinas menggunakan otoritasnya sebagai Kepala Dinas untuk mengambil keputusan.
"Meski itu otonomi sekolah, namun sebagai kepala dinas, Gatot bisa menggunakan otoritasnya untuk menganulir keputusan itu," kata Deny.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement