Fakta Adanya Kekerasan di SMA Negeri 1 Semarang

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Semarang menghadirkan tiga orangtua yang mengaku anaknya menjadi korban kekerasan saat mengikuti Latihan Dasar Kepemimpinan.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 03 Mar 2018, 00:00 WIB
Tari, Ibunda Bintang Pramudya menunjukkan sebuah rok bawahan yang harus dikenakan Bintang saat mengikuti kegiatan OSIS. Bintang sendiri adalah siswa kelas 3 yang tak ikut LDK yang dipersoalkan. (foto: Liputan6.com/ edhie prayito ige)

Liputan6.com, Semarang - Untuk memperkuat keputusannya telah memecat Anin dan Afif dari SMA Negeri 1 Semarang, Kepala Sekolah Endang Suyatmi mendatangkan tiga wali murid yang mengaku sebagai orangtua korban bullying.

Mereka adalah Santi dan Dwi. Untuk melengkapi dihadirkan pula Tari, ibu dari Bintang Pramudya, siswa yang meninggal di kolam renang Jati Diri pada 7 Januari 2018 saat loncat indah.

Dalam kesaksian yang disampaikan di aula SMA Negeri 1 Semarang itu, dihadiri oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Semarang. Sebelumnya kepala sekolah Endang Suyatmi tak hadir dalam forum mediasi yang diprakarsai Badan Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Jawa Tengah (BP3AKB).

Santi, salah satu orangtua siswa yang dihadirkan menyatakan bahwa anaknya memang menjadi korban kesewenangan senior mereka. Anaknya mendapat tamparan ketika mengkuti LDK. Santi tidak bersedia menyebutkan nama anaknya, namun ia menceritakan bahwa ia bersyukur anaknya tidak apa-apa.

"Terlepas dari keras tidaknya. Kalaupun tidak terjadi anak kami pingsan, Alhamdulillah. Tapi bagaimana perasaan ibu yang ditinggal, kehilangan anaknya? Kami merasakan bahwa ini harus disampaikan," kata Santi, Jumat (2/3/2018).

Sementara itu, Dwi juga menceritakan bahwa anaknya yang saat ini berada di kelas XI juga menjadi korban bullying. Perundungan itu didapat ketika mengikuti kegiatan OSIS SMAN 1 Semarang.

"Ketika jam sekolah hp masih bisa dihubungi, tapi usai jam sekolah hp tidak bisa dihubungi. Bahkan anak saya sakit cukup lama, saya periksakan tidak ditemukan penyakit," Dwi.

Dua ibu itu mengaku masih bersedih karena sakit anaknya belum tuntas, tiba-tiba mendengar adanya kabar bahwa Bintang Pramudya, salah satu siswa SMAN 1 Semarang meninggal.

Dwi langsung menghubungkan kejadian yang ada. Menurutnya, kejadian yang berentetan itu menjadi petunjuk adanya ketidakberesan kegiatan.

"Menjelang Sertijab OSIS SMA Negeri 1 Semarang, saya menyampaikan kepada Waka Kesiswaan dan Kepala Sekolah bahwa ada sesuatu yang tidak beres," kata Dwi.

 


Adakah Kaitan Dengan Kematian Bintang?

Suasana kesaksian oleh tiga wali murid yang dihadirkan kepala sekolah SMA Negeri 1 Semarang. (foto: Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Ia juga menerima telepon dari Tari, ibu dari Bintang Pramudya yang meninggal di kolam renang saat loncat indah. Dalam telepon itu disampaikan bahwa Tari menemukan video, foto dan percakapan di handphone Bintang yang terkait dengan kekerasan dan bullying.

"Memang terjadi di sekolah tindak kekerasan. Anak saya dipukul, ditampar, ditendang," kata Dwi.

Saat menyampaikan, Dwi terisak. Ia menangis. Dwi melanjutkan ceritanya. Ia kemudian mengadakan pertemuan dengan Tari dan Santi lalu melaporkan temuan di handphone Bintang kepada sekolah.

"Kekerasan di SMAN 1 Semarang memang terjadi. Dan kami telah membawa bukti-bukti. Silakan Bu Endang dan pak Deni mencari bukti lain," kata Dwi.

Sementara itu, Tari, ibunda dari Bintang Pramudya bercerita bahwa ia tinggal di Semarang baru satu setengah tahun. Tari bercerita bahwa anaknya juga ikut kegiatan OSIS.

"Anak saya selalu pulang malam, berangkat jam 6 pagi pulang jam 8 malam. Saya katakan pada Bintang, kamu sekolah apa kerja," kata Tari.

Tari curiga, kematian anaknya di kolam renang stadion Jatidiri ada hubungannya dengan kegiatan OSIS itu. Dia merasa janggal dengan keberanian Bintang yang berani melakukan loncat indah di kolam renang dengan ketinggian 6 meter.

"Biasanya, jika kami holiday dia kalau lihat ketinggian saja dia merasa serem. Makanya saya merasa curiga ada paksaan atau tugas," kata Tari.

Tari menelusuri. Ia menemukan pengakuan dari sahabat Bintang Pramudya yang tak sengaja ia rahasiakan bahwa Bintang mendapat tugas dari seniornya. Namun tugas seperti apa tidak dijelaskan.

"Terus beberapa waktu saya mendapat video foto dan percakapan. Malam minggu anak saya disuruh ngamen, disuruh make BH di ruang ganti, disuruh ngesot di mall dan keliling makai rok. Itu disuruh seniornya," kata Tari.

Tari juga menunjukkan property yang disiapkan Bintang ketika mengikuti kegiatan OSIS. Itulah yang mendasari kecurigaannya dan menyampaikan kepada Santi dan Dwi untuk kemudian melapor ke Kepala Sekolah.

 


Data Polisi Tentang Kematian Bintang

Tari, Ibunda Bintang Pramudya menunjukkan sebuah rok bawahan yang harus dikenakan Bintang saat mengikuti kegiatan OSIS (foto: Liputan6.com/ edhie prayito ige)

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Semarang Endang Suyatmi menyebutkan bahwa kematian Bintang Pramudya tak ada hubungannya dengan kebijakan memecat Anin dan Afif. Meskipun sebelumnya ia menyampaikan hal itu kepada Darsini, ibunda Anin ketika awal bertemu dan meminta Anin mengundurkan diri.

"Kami mendapatkan video dari sidak hp. Selain itu karena kami memang tidak mau masuk ke ranah hukum," kata Endang.

Endang menambahkan bahwa kegiatan LDK yang dilakukan OSIS tersebut adalah kegiatan ilegal. Dijelaskan bahwa ada dua kegiatan LDK, yakni LDK yang berproposal ke sekolah, dan kegiatan setelah LDK.

Data di Polsek Gajahmungkur menunjukkan bahwa Bintang Pramudya adalah siswa kelas tiga di SMA Negeri 1 Semarang. Saat kejadian berlangsung, ia berenang ditemani sahabatnya Airlangga Tegar Pradana.

"Pada dua loncatan pertama, korban berhasil berenang mencapai tepi kolam. Namun pada percobaan ketiga ia tak bisa mencapai tepi kolam," kata kapolsek Gajahmungkur Kompol Rochana Sulistyaningrum, saat kejadian, Minggu (7/1/2018).

Atun sebut saja begitu, salah satu pengurus OSIS membantah ada dua LDK. Yang terjadi adalah karena keterbatasan waktu untuk membahas LDK, para pengurus berinisiatif mengadakan pertemuan dengan waktu dan tempat yang kondisional.

"Kami, para pengurus OSIS ini memiliki komitmen membawa nama SMA Negeri 1 Semarang. Jadi kami korbankan waktu untuk rapat-rapat yang waktu dan tempatnya kondisional. Mungkin itu yang dianggap ilegal," kata Atun.

 


Video Tak Diputar, Pertanyaan Tak Terjawab

Puisi yang ditempel di salah satu dinding ini hanya berumur beberapa menit kemudian dilepas guru BK. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Dalam konferensi pers tentang kesaksian ibu para korban perundungan saat LDK itu, forum menghendaki untuk menyaksikan atau memutar video yang dijadikan bukti dan dasar memecat Anin dan Afif. Namun segera hal itu dipotong. Zainal Abidin Petir yang mendampingi mereka menyebut, yang mereka tak berhak memutar.

Berdasarkan penuturan Anin dan Afif, kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan itu diselenggarakan selama lima hari. Itu adalah kegiatan pemadatan dari dua minggu pada kegiatan sebelumnya. LDK diselenggarakan pada bulan November 2017, dan kematian Bintang Pramudya terjadi pada 7 Januari 2018.

Kegiatan itu dilakukan dilaksanakan mulai Jumat (10/11/2017) - Selasa (14/11/2017). Pada hari pertama dilaksanakan jam 13.00 hingga jam 17.00. Mulai hari Senin hingga Selasa dilaksanakan jam 15.30 hingga jam 17.00.

"Pemutaran video yang berkaitan dengan kekerasan, sesuai undang-undang harus dilakukan pihak yang berwenang," kata Zaenal Petir.

Kepala Sekolah juga tak menyampaikan kronologi penerbitan peraturan yang berbasis poin dan tak diketahui siswa, pengaduan orangtua, penemuan video, hingga keputusan Anin dan Afif dikeluarkan dari sekolah. Forum menanyakan hal ini.

"Maaf, waktu sudah menjelang salat Jumat, mari kita akhiri pertemuan ini," kata Zainal Abidin. 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya