Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Malaysia meminta kepada Indonesia untuk tidak memoratorium pengiriman pekerja migran ke Malaysia. Permohonan tersebut disampaikan langsung Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Datuk Sri Zahrain Mohamed Hashim, kepada Menteri Ketenagakerjaan RI, M Hanif Dhakiri, di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jumat (2/3/2018).
“Kebijakan moratorium adalah hak pemerintah Indonesia, namun kami berharap hal itu tidak dilakukan,” ujarnya.
Advertisement
Menurut Datuk Sri, antara Malaysia dan Indonesia sama-sama membutuhkan keberadaan pekerja migran Indonesia di Malaysia.
“Supply-nya dari Indonesia, demand-nya Malaysia. Sama-sama membutuhkan, tinggal diperbaiki aturannya,” ucapnya.
Sebelumnya, wacana moratorium pengiriman pekerja migran ke Malaysia mengemuka menyusul kasus meninggalnya pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur, Adelina Lisao, bulan lalu. Ia meninggal setelah disiksa dan mendapatkan perlakuan tak manusiawi dari majikan.
Atas kejadian tersebut, Datuk Sri juga menyampaikan permohonan maaf serta menyatakan bahwa pemerintah Malaysia serius menanganinya.
“Proses persidangan terhadap pelaku sedang dijalankan. Tuntutan hukum maksimalnya adalah hukuman mati. Pihak yang terlibat mempekerjakan almarhum secara illegal juga diproses hukum,” kata Datuk Sri.
Hanif mengatakan, saat ini pemerintah Indonesia meminta agar Malaysia melakukan beberapa hal terkait kasus Adelina maupun hal-hal lain terkait pekerja migran secara umum. Khusus terkait kasus Adelina, ia mendesak Malaysia memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku sesuai hukum yang berlaku di Malaysia. Penegakan hukum juga diberlakukan kepada pihak lain yang terlibat dalam mempekerjakan Adelina secara illegal, serta mencabut izin perusahaan yang menjadi agen Adelina.
“Kepolisian Indonesia juga telah menahan tiga orang yang terlibat pengiriman Adelina secara ilegal,” ujar Hanif.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyayangkan sikap Malaysia yang tak segera memperbarui nota kesepahaman (MoU) kerja sama penempatan dan penerimaan pekerja migran dengan Indonesia. MoU tersebut telah berakhir sejak Maret 2016. Sudah dua kali pemerintah Indonesia meminta MoU diperbarui, tetapi hingga saat ini belum juga ada respons positif dari Malaysia.
“Indonesia mempertimbangkan untuk moratorium penempatan pekerja migran ke Malaysia, jika Malaysia serius menangani kasus Adelina serta tak segera memperbarui MoU,” ucap Hanif.
Moratorium bukan sesuatu hal yang tak mungkin, mengingat sesuai dengan UU No 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, penempatan pekerja migran Indonesia hanya dilakukan di negara-negara yang memiliki MoU dengan pemerintah Indonesia.
“Jika Malaysia ingin memperbaiki MoU, harus ada target waktu, kapan MoU akan disepakati,” kata Hanif.
Atas desakan tersebut, Datuk Sri mengundang Hanif hadir ke Kuala Lumpur untuk membicarakan MoU bulan depan. Hanif pun menyambut baik undangan itu, tetapi belum bisa memastikan waktunya.
(*)