Liputan6.com, Jakarta Kali ini gelaran Indonesia Kita bertajuk 'Preman Parlente' tak salah memilih penata musiknya untuk mengiringi pertunjukan tiga jam yang digelar di Balai Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta dari Jumat hingga Sabtu (2-3 Maret 2018). Viky Sianipar merupakan sosok yang tepat untuk itu.
Advertisement
Kiprahnya di dunia musik etnik, khususnya Batak tak bikin sangsi. Debut albumnya "Toba Dream" yang dianggap sebagai Album World Music terlaris di Indonesia menjadi fenomena tersendiri. Album yang mendapat penghargaan Akademi Musik Indonesia (AMI) sebagai The Best World Music Artist dengan ciri musik etnik new age mampu masuk dalam tangga lagu populer di radio-radio lokal selama berminggu-minggu. Sejak itu Viky dijuluki seniman World Music Indonesia muda terlaris dan menempatkan dirinya sebagai ikon musisi World Music Indonesia.
Gelaran Preman Parlente ini bukan kebetulan menghadirkan budaya Batak di dalamnya dan Viky sebagai pengampu musiknya. Sang Sutradara Agus Noor menyebutkan bahwa sejak awal ide menggelar panggung Indonesia Kita memang didorong keinginan agar terbentuk lingkungan kreatif yang melibatkan banyak pekerja seni, lintas disiplin. Agus membayangkan hal itu sebagai sebuah organisme kreatif yang akhirnya memungkinkan tumbuhnya ekosistem kesenian yang baik.
Sejak enam tahun
Sejak usia enam tahun, Viky sudah belajar musik. Dan sudah menjadi musisi sejak duduk di bangku SMA dengan memainkan, mengaransemen dan memproduksi album sendiri pada 2001. Setelah lulus SMA tepatnya 1995, ia meneruskan pendidikan di San Fransisco, Amerika Serikat. Ia, di sana, mengikuti kursus gitar blues dan sempat berguru dengan gitaris moncer George Cole.
Di negeri Paman Sam ini, Viky membentuk band bernama MSA. Tahun 1997, ia tampil dari kafe ke kafe bersama MSA Band. Di tahun ketiga, band tersebut berhasil menelurkan album perdana "Melangkah di Atas Pelangi" di bawah bendera Universal Music. Di usia kelima, 2002, band ini bubar.
Rasa cintanya pada musik membuat Viky rela meninggalkan bisnis keluarganya dan membaktikan hidupnya untuk seni ini. Viky mulai menggeluti world music, pemaduan antara musik tradisional dan musik modern. Empat albumnya tak lepas dari dengungan suasana musik khas leluhurnya. Musik batak dan musik modern dipadu hingga terbentuk satu melodi yang indah. Pada 2006, ia juga melakukan pemaduan itu untuk musik-musik bernuansa Jawa, Sunda, dan Melayu.
Advertisement