Industri Baja Lokal Berjuang Hadapi Dumping dari China

Produsen baja berharap adanya satu kebijakan kenaikan tarif impor demi melindungi Indonesia khususnya produsen baja dalam negeri.

oleh Bawono Yadika diperbarui 04 Mar 2018, 08:40 WIB
Pekerja mengikat baja yang akan dipindahkan untuk di kirim melalui Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (15/12). Di Indonesia peluang pengembangan industri dan konstruksi baja nasional masih terbuka lebar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Saat pemerintah Amerika Serikat (AS) menetapkan tarif impor baja dan alumunium, industri baja lokal di Indonesia justru sedang berjuang menghadapi gempuran baja dari China yang dumping.

Direktur Eksekutif The Indonesian Iron and Steel Industry (IISIA), Hidayat Triseputro berharap adanya satu kebijakan kenaikan tarif impor demi melindungi Indonesia khususnya produsen baja dalam negeri. 

"Produsen dalam negeri ya terlindungi, bagus. Kan kita selama ini terkena praktik dumping dari China. Jadi bukannya kita tidak mampu bersaing, tapi ini lebih karena unfair trade dari mereka," jelas dia kepada Liputan6.com, Minggu (3/3/2018).

Tak hanya itu, ia juga memaparkan Indonesia saat ini bersama Asosiasi Negara ASEAN lainnya sedang mengusahakan protes terkait praktik dumping yang telah dilakukan China selama ini.

Kerjasama antar negara ASEAN ini diharapkan bisa melindungi industri baja di masing-masing.

"Iya ini sedang kami protes bersama asosiasi negara ASEAN.  Ekspor baja dari China memperoleh tax rebate dari pemerintahnya. Dengan policy ini, harga ekspor baja mereka bisa jauh lebih murah 23 hingga 28 persen dibanding harga fair dunia. Ini rencananya nanti akan didampingi dengan pemerintah masing-masing," kata dia.

 


Kenaikan Tarif Impor Baja AS Bayangi Harga Minyak Dunia

Tumpukan baja dikumpulkan untuk di kirim melalui Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (15/12). Di Indonesia peluang pengembangan industri dan konstruksi baja nasional masih terbuka lebar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Harga minyak mentah dunia naik dipicu Wall Street yang turun ke sesi terendah. Namun harga minyak masih berpotensi menuju penurunan mingguan pertamanya dalam tiga minggu dipicu kekhawatiran bahwa rencana AS untuk mengenakan tarif impor baja dan aluminium dapat menekan pertumbuhan ekonomi, di saat persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) naik.

Melansir laman Reuters, Sabtu (3/3/2018), harga minyak mentah Brent naik 30 sen menjadi US$ 64,13 per barel. Sementara minyak mentah AS naik 16 sen menjadi US$ 61,15.

Kedua kontrak harga minyak tersebut berbalik arah setelah mencatatat perdagangan yang lebih rendah di awal sesi.

"Tarif (baja dan alumunium) membawa kekhawatiran bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan mampu mendorong permintaan," kata Gene McGillian, Direktur Riset Pasar Tradition Energy.

Dia mengatakan, harga minyak mentah masih di bawah tekanan karena kekhawatiran produksi minyak AS cukup tinggi untuk mengimbangi penurunan produksi dari OPEC dan Rusia.

Pada hari Kamis, harga minyak juga senada dengan pasar saham yang melemah setelah Presiden Donald Trump mengatakan bahwa dia akan memberlakukan tarif impor untuk melindungi produsen negaranya.

Investor khawatir langkah tersebut akan memicu perang dagang, dengan pembalasan dari mitra utama seperti China, Eropa dan Kanada.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya