Liputan6.com, Jakarta Proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung sudah mulai bisa dibangun. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku, seperti disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, bahwa pembangunan proyek kereta cepat bisa dilaksanakan pada akhir Maret 2018 ini.
"Sedang difinalkan, Insyaallah akhir Maret ini bisa dimulai. Kemarin, Bu Rini menyampaikan sudah bisa dilaksanakan," kata Budi di sela-sela acara Jasa Raharja Goes to Campus yang di Sabuga Bandung, Sabtu (3/3/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menteri Rini sebelumnya menyebut, pinjaman tahap pertama kereta cepat Jakarta-Bandung akan dicairkan sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 6,7 triliun (kurs Rp 13.500 per dolar AS) pada Maret 2018. "Bersamaan itu cair, bisa dilaksanakan," tambah Budi.
Budi mengakui, pembangunan proyek kereta cepat memang agak molor dari jadwal. Pasalnya, proses pembebasan lahan proyek tersebut sempat molor.
Soal kerugian akibat molornya pembangunan, Budi mengatakan, hal itu ditanggung pihak korporasi. "Yang menghitung korporasi, saya kan sebagai regulator tidak ikut dalam bagian menghitung," ungkapnya.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan perusahaan patungan antara empat BUMN, yakni KAI, Wijaya Karya, PTPN VIII dan Jasa Marga, dengan China Railways.
Saat ini pembebasan lahan sudah mencapai 55 kilometer. Adapun total panjang jalur diperkirakan mencapai sekitar 142 kilometer.
Investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bengkak Rp 1 Triliun
Nilai investasi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak. Hal ini diakibatkan tambahan biaya asuransi proyek dan biaya pelindung pinjaman terhadap volatilitas yang tak terduga atau Debt Service Reserve Account (DSRA).
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwi Windarto mengatakan, awalnya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dianggarkan US$ 5,99 miliar, tapi kemudian bertambah menjadi US$ 6,07 miliar. Kenaikannya sekitar US$ 80 juta.
Itu artinya jika dihitung dengan kurs Rp 13.500 per dolar AS, maka sebelumnya nilai investasi proyek kereta cepat sebesar Rp 80,87 triliun, kini naik menjadi Rp 81,96 triliun. Dengan demikian, bengkak sekitar Rp 1,08 triliun.
Dwi mengklaim penambahan invetasi kereta cepat Jakarta-Bandung sudah disepakati sejak lama.
"(Penambahan investasi) itu sudah lama kok," kata Dwi usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Dwi mengungkapkan, kenaikan nilai investasi itu disebabkan beberapa hal, yaitu biaya asuransi proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dan DSRA. Biaya tersebut harus ditanggung KCIC selaku peminjam uang.
"Asuransi dan DSRA, debt service reserve account. Jadi reserve account yang harus ditanggung KCIC karena pinjaman, tuturnya.
Menurut Dwi, porsi pendanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung terdiri 75 persen berasal dari China Bank Development (CBD), sedangkan sisanya 25 persen berasal dari pemegang saham KCIC.
Porsi pemegang saham KCIC 25 persen, terdiri dari lima badan usaha China dengan nama Beijing Yawan 40 persen dan empat perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar 60 persen.
Empat BUMN yang tergabung dalam PSBI, yakni PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Wijaya Karya (Persero), PT Jasa Marga (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
"Senilai US$ 6,07 miliar (investasi kereta cepat Jakarta-Bandung). Sudah tanda tangan agreement. Sebesar 75 persen CDB, 25 persen dari ekuitas pemegang shaam. Pemegang saham KCIC 40 persen Beijing Yawan dari lima BUMN China, 60 persen PSBI kan empat BUMN," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement