Ditjen Pajak: Kami Tidak Mata-matai Wajib Pajak‎

Menkeu Sri Mulyani telah menerbitkan PMK Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto bagi wajib pajak.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 05 Mar 2018, 09:00 WIB
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto bagi wajib pajak (WP).

Dengan aturan ini, petugas pajak dapat menghitung dan menetapkan penghasilan kotor atau omzet WP nakal dengan cara lain, termasuk dari biaya hidup WP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, sesuai Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), WP Badan dan WP Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan.

Aturan ini dikecualikan bagi pelaku usaha yang memiliki omzet sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun karena sudah ditetapkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 1 persen dari omzet sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013.

Dalam praktiknya, Hestu Yoga menegaskan, pada saat dilakukan pemeriksaan, didapati wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan tersebut, ternyata tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak meminjamkan pembukuan, beserta bukti-bukti pendukungnya saat dilakukan pemeriksaan.

"Oleh sebab itu, peredaran brutonya tidak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya," jelas dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (5/3/2018). ‎

Simak video pilihan di bawah ini:


Metode lain

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Petugas pajak dapat menghitung omzet WP dengan metode lain apabila saat pemeriksaan, WP tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan dan tidak sepenuhnya menunjukkan bukti pendukung pembukuan.

Ada delapan metode untuk menetapkan omzet yang sesungguhnya, sehingga fiskus bisa menetapkan pula pajak yang harus dibayar. Salah satunya melihat dari biaya hidup WP.

"‎Ini pendekatan saja melalui perhitungan biaya hidup di dalam menetapkan penghasilan dan pajak yang harus dibayar. Ini bukan untuk mengetahui rahasia dan gaya hidup WP," tegas Hestu Yoga.

Dia pun membantah jika Ditjen Pajak disebut-sebut mengintai kehidupan pribadi WP. "Ini hanya dalam hal dilakukan pemeriksaan. Kami tidak memata-matai WP, terutama terkait dengan hal-hal yang privasi," tegasnya.

‎Hestu Yoga menegaskan, apabila WP telah melaporkan penghasilan dan pajaknya dengan benar, tidak perlu ada kekhawatiran sama sekali ketika dilakukan pemeriksaan.

"Dengan metode apapun yang digunakan oleh pemeriksa, kalau semua sudah terlaporkan dengan benar, tidak akan terjadi penetapan pajak yang tidak tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya," dia menjelaskan.


Selanjutnya

Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

‎Untuk diketahui, pada Pasal 2 PMK 15/2018, menyebut ada delapan metode lain yang digunakan petugas pajak untuk menghitung omzet WP, antara lain dengan melihat data:

1. transaksi penerimaan tunai dan nontunai WP dalam suatu tahun pajak.

2. sumber dan penggunaan dana.

3. satuan dan volume usaha yang dihasilkan WP dalam suatu tahun pajak.

4. perhitungan biaya hidup WP beserta tanggungannya, termasuk kekayaan dalam suatu tahun pajak.

5. penambahan kekayaan bersih WP pada awal dan akhir tahun dalam suatu tahun pajak.

6. berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya.

7. proyeksi nilai ekonomi dari suatu kegiatan usaha pada saat tertentu untuk suatu tahun pajak.

8. perhitungan rasio berdasarkan persentase atau rasio pembanding.

Perhitungan omzet WP dengan cara lain yang tertuang dalam PMK Nomor 15 Tahun 2018 ini berlaku jika WP sedang dilakukan pemeriksaan serta belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan atas omzet WP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya